Minggu, 25 Oktober 2015

SAYANG KALAU DIBUANG PART 3

Puas-puaskanlah kau memandang rembulan sebab esok kau tak akan dapat melihatnya. Perlu jeda untukmu menemukannya kembali. Seperti itu pula cinta. Tak setiap waktu kau dapat mereguk nikmatnya. Kadang hanya bersisa luka-luka. Ada yang tertinggal memang bagaimana dulu dia mengasihimu. Atau bagaimana dulu kau mengasihinya. Mengingatnya saja kadang membuatmu menangis. Namun, hapuslah air matamu sebab selalu ada akhir dari setiap perjalanan. Mulailah perjalananmu yang baru dengan tantangan dan warna yang lebih indah.

Kadang sebagai manusia biasa aku ingin membagi sepotong kesedihan walaupun hanya berupa coretan, tapi tak perlu terlalu lama melakukan itu karena aku percaya bahwa tak akan dibiarkan hanya terjadi musim kemarau saja. Akan ada hujan yang menyegarkan. Yang aromanya dirindukan pepohonan. Sebab itulah sejatinya kehidupan.

Tidak, tidak, aku sedang rapuh saja. Selama ini aku sudah mengorbankan segalanya, tapi ada alasan untukku agar tetap terjaga.

Kekasihku pengatur segalanya, bolehkah aku tidur sangat panjang dan terbangun saat semuanya tidak rumit seperti sekarang?

Lalu, pada hampar luasnya kehidupan ini degan segala warna -warninya. Aku hanyalah setitik buih. Terombang ambing oleh arus. Entah, akan ke mana lagi arus ini membawaku. Walaupun aku lelah namun bila waktuku belum usai aku masih harus menikmatinya. Ya, aku tahu, Kekasihku. Aku hanya bisa mengikuti alurmu. Walau sudah segala daya kulakukan untuk bertahan. Aku mohon jagalah aku agar tetap kuat. Sebab aku lupa bagaimana rasanya bahagia.

Duniaku adalah menulis. Di mana pun aku berada. Mengenal orang baru dengan cerita baru. Ya, kalaupun kini kau hanya mencantumkan aku sebagai seseorang yang bisa menulis. Mungkin itu cukup buatku. Ya, aku tak bisa mengikuti duniamu, kesenanganmu. Mungkin aku ditakdirkan bukan untuk cinta dua manusia lebih kepada cinta yang lebih luas.

Pagi yang masih ditingkahi dengan batuk dan gigil. Aku butuh setumpuk semangat untuk menyelesaikan segalanya. Aku akan menghadirkannya seperti mentari yang tidak pernah lelah menyinari bumi.

Lalu, di langit-langit kamar kau seakan menonton adegan demi adegan, kau kesakitan sebab kau melihat seorang wanita menangis di sudut kamar. Berharap seseorang menolongnya, tapi kau tak bisa melakukan apa pun. Kecuali berdiam.

Malam ini entah malam ke berapa kau tak bisa memejamkan mata. Ada yang begitu riuh di pikiranmu. Namun, kau masih saja ingin menahannya sendirian. Biarlah air mata saja yang menemanimu.

Tak jarang kau membuat orang lain tertawa-tawa, tapi sebenarnya hatimu sendiri sedang luka. Ya, kau hanya tak ingin memperlihatkannya. Cukup hanya orang tetentu yang tahu. Seperi malam ini kau berlari-lari meninggalkan jejaknya walau masih saja ada duri yang menusuk di kakimu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar