(1)
Aroma sabun yang menyeruak selalu mengingatkan aku ketika kita mandi berdua. Ah, sayang, begitu tak terlupa. Saat kau menyentuh dan membelai setiap inci tubuhku. Kau begitu sabar memandikan aku. Sementara ketika kau membersihkan punggungku. Aku memelukmu erat.
(2)
Suatu ketika kita pernah berdua di sebuah kamar dengan tempat tidur bersprei putih. Wangi aroma parfum essens menyeruak, harum pewangi sebuah produk. Aku mengenalnya.
Kau menatapku lekat. Lalu meremas jemariku dan menciumnya. Begitu lembut. Kurasakan hangat bibirmu menciptakan hentakan-hentakan ke dadaku melalui aliran darah. Ah, aku menikmati detik demi detik. Sedang di luar gerimis mengetuk-ngetuk jendela seakan ingin tahu apa yang kita lakukan.
Bersambung
Rabu, 30 September 2015
Minggu, 27 September 2015
GADO-GADO
Ada beberapa orang yang menikmati status-status saya di sebuah media sosial dan mereka menyarankan agar dikumpulkan dan dijadikan sebuah buku. Hahaha, amin, amin, tapi sementara ini biarkanlah saya kumpulkan di sini:
Kamu menikmati degub-degub di dadamu. Perasaan yang
mengaduk-aduk emosi. Ujung bibirmu melebar, melengkung dengan bentuk yang
menarik mata yang memandang ketika seseorang menyapamu. Kamu manis, pujian yang
selalu kau dengar dari seseorang di sekelilingmu. Hanya saja mereka tidak tahu
ada begitu banyak luka yang kausimpan.
Mungkin seperti inilah cara yang Allah berikan untuk
melupakan semuanya pelan-pelan. Selalu ada hal yang bisa dipelajari dari setiap
hal, setiap orang, setiap kejadian.
Ini pagi yang nuansanya muram. Namun, apakah kau akan
menghabiskan hari-hari dengan air mata. Sebab segalanya tak akan menunggumu.
Semangatlah dan berbahagialah. Syukuri nikmat Tuhan yang kauterima. Yang pergi
biarkan pergi. Aku tahu kau juga tak akan tega menolak saat dia ingin kembali.
Jadi, tersenyumlah dan hitung sudah berapa banyak orang yang kauberi senyuman
pagi ini.
Suatu ketika kau sering mengirimkan bait-bait puisi ke inbox
ku. Ya, aku senang membacanya, tapi hanya ucapan terima kasih yang bisa kuberi.
Sampai akhirnya kau mulai lindap dan hilang. Jujur aku kehilangan
puisi-puisimu. Namun, aku tahu, cara itu yang terbaik untukmu. Semoga kau
bahagia.
Ya, aku memang sudah lama di sini, di tempat dulu kau
menemaniku mengukir pelangi sampai akhirnya kau lelah dan pergi, tapi dari
sekian orang yang aku kenal kau memberi banyak pelajaran.
Aku tak menyesal mengenalmu, maaf bila aku tak pernah bisa menemuimu. Untuk seseorang di Yokyakarta.
Aku tak menyesal mengenalmu, maaf bila aku tak pernah bisa menemuimu. Untuk seseorang di Yokyakarta.
Dan lagi sayup-sayup kudengar kabarmu. Aku tahu kau masih
sendiri. Bahkan kau sekali waktu mencari informasi dari Fe, temanku. Mungkin
lebih baik kita terhalang bisu sebab kita tak dibolehkan merasakan gemuruh.
Bagimana aku bisa lupa wangi tubuhmu yang dulu selalu
menghangatkan tubuhku. Kau yang pertama dan aku masih di sini tak hendak mencari
yang lainnya. Sepahit apa pun, aku akan selalu menjaga kenangan itu tetap ada.
Entah akan seperti apa perjalanan hidup kita dan seberapa banyak godaannya.
Atau mungkin aku masih harus hanyut di lautan air mata. Harapan seorang wanita.
Lalu hubungan seperti apa yang hendak kaujalin dengan seorang
wanita yang statusnya masih menikah? Mungkin hanya hubungan sementara atau
hanya main-main saja. Ah, sebaiknya jauhi sajalah. Kau akan terluka.
Entah apa yang akan terjadi esok hari, tapi saat embun pagi
mencumbu dedaunan saat itu kuharap kau datang mengecup bibirku hangat.
Ketika engkau memilih pergi bagaimana aku bisa menahanmu?
sebab aku tahu tak ada yang bisa aku janjikan. Selamat tinggal. Aku akan selalu
mendoakan untuk kebaikanmu.
Seringkali kau menunggu kantor sepi. Setelahnya kau akan puas
menangis dan pulang ke rumah dengan senyum manis seperti tak terjadi apa-apa
agar anak-anakmu tak tahu kalau kau baru saja menangis dan mereka tak harus
bertanya kau menangis kenapa.
Takbir yang berkumandang membuat air matamu meleleh. Ah,
sedang apa dia di sana? Salahkan bila aku mengingatnya, hanya mengingat segala
kebaikannya telah menyediakan mata untuk membaca keluh kesahku bertahun-tahun
dan telinganya untuk mendengar tangisanku. Apakah itu dosa Tuhan? menyimpan kenangan
itu di hatiku. Sebab untuk bertemu pun aku tidak mampu. Tolong jaga dia.
Janganlah menangis untuk orang yang tidak pantas ditangisi,
tapi menangislah untuk hal yang memang pantas. Siapa pun yang sudah pergi
sebaik apa pun berarti bukan yang terbaik untukmu. Saat ini yang masih di
sampingmu itu yang terbaik. Semoga kau bisa lebih ikhlas. Seperti makna dari Idul Adha. Tersenyumlah.
Ini malam yang begitu sepi bahkan gema suara takbir telah
terhenti. Namun, ada yang begitu riuh di dada dan pikiranku. Tentang segala hal
yang telah terjadi, ya, tapi merenungkan dan mengkaji diri membuat sesak
sedikit berkurang.
Setelah seharian ini dijejali dengan segala kesibukan, kau
masih saja mengingatnya, menangis adalah ritual yang tidak pernah terlewat.
Entah, kau tak ingin melakukannya, tapi air matamu menetes begitu saja. Mengapa
harus begini akhirnya?
Mungkin karena kau terlalu tertutup. Kau butuh orang lain
untuk bercerita atau mungkin dengan menulis kau akan merasa tenang.
Kau hanya bisa menatapnya kini, menyapanya pun kau merasa tak
mungkin lagi. Ya, dia sudah mengundurkan diri dari hidupmu untuk selamanya.
Mengapa kau masih memikirkannya?
Aku tahu begitu banyak kenangan antara kau dan dia. Wangi
tubuhnya, pelukan hangatnya, bagaimana bibirnya mencumbumu, bagaimana kau
mendesah karenanya. Ya, itu terjadi saat hubungan kalian masih baik-baik saja.
Namun, dia sudah pergi, walau ada yang tertinggal di dirimu, coba lupakanlah.
Aku masih ingat ketika kau ke rumahku setelah kita lama tak
ketemu. Waktu itu gerimis, kau cerita sembari menangis, kau tidak bahagia, ah,
aku sedih melihatmu, lalu tiba-tiba matamu berbinar, bibirmu yang tipis
berucap, "aku ke sini mau ketemu sama dia juga, Mbak." Ah, waktu itu,
aku kehilangan kata sebab beberapa menit kemudian kau pamit, berjingkat dengan
hak tinggimu di antara jalanan yang sedikit becek. Aku belakangan tahu, kau
rela melakukannya karena kau mencintainya sedang aku, masih saja di tempat yang
sama bertahun-tahun.
Namun, aku kini tahu petualangan cintamu semakin membuatmu
luka. Ah, Adikku. Semoga suatu saat kau bertemu dengan cinta sejatimu. Kalau
aku biarlah tetap di sini saja.
Kau tidak sendirian di dunia ini, asal kau buka hatimu,
lakukan segalanya dengan ketulusan, semesta akan mendukungmu
Dulu di komunitas menulis aku sering dipanggil Bunda. Mereka
anak-anakku yang masih kuliah dan sekolah. Aku kangen kalian anak-anakku. Bunda
kalian yang sekarang bukanlah Bunda kalian yang dulu. Semoga kalian tahu Bunda
punya alasan meninggalkan kalian. Bukan karena tidak sayang. Bunda masih memantau
kalian dari jauh dengan diam-diam.
Ketika ada seseorang yang bilang kalau dia cemburu padamu.
Kau hanya bisa meminta maaf telah membuatnya cemburu sebab kau tidak pernah
bermaksud seperti itu. Kalau dia menjauh karena itu. Kau pun tak bisa berbuat
apa-apa. Sebab kau tak pernah berniat menyakitinya atau siapa pun.
Malam telah merayapi dinding waktu, tak ada rangkaian diksi
yang mampu kutulis di sini, mungkin hanya ucapan rasa syukur karena masih sehat
walau dengan begitu banyak aktivitas. Sebab kadang ada yang datang membuat aku
susah bergerak. Ah, apa kabar teman-teman? Masihkah
kalian semangat? Masihkah kalian percaya bahwa selalu ada bahagia setelah luka?
Semoga saja masih ya? Sepertiku yang selalu percaya bahwa Tuhan tidak membiarkanku
benar-benar patah.
Selalu ada jalan membuatmu bertemu dengan seseorang. Itulah
kehidupan, kadang kau dibiarkan mengenal orang-orang yang membuatmu luka, tapi
pasti ada bahagia juga sebelum luka itu. Sebab bagaimana bisa kau membiarkan
dia membuatmu terluka bila dia bukan orang yang pernah membuatmu bahagia? Coba
tanya hatimu.
Jadi karena luka dan bahagia selalu beriringan maka nikmati
saja. :) akan ada akhir dari segalanya. Percayalah!
Dini hari yang bisu, ah, kadang karena cinta kau rela
melakukan hal yang tak terduga. Tetap mengirim pesan setiap hari walau dia
tidak membalasnya. Namun, hanya itu cara yang bisa kaulakukan. Caramu
mencintainya.
Mungkin kau merasa orang yang tidak bahagia, tapi kau mencoba
menikmati sebab kau tahu hidup bukan tentang memenuhi semua keinginanmu tapi
bagaimana kau bisa bahagia dengan apa yang kau punya saat ini.
Kau pernah kepakkan sayapku melintasi gunung, pantai, laut,
dan samudra. Kau membuat aku terbang melayang ah, aku kehilangan sayapku tak lag
bisa melintasi laut biru tahukah kau, Kekasih? Pendar di hatiku masih menyala
membakar sendi-sendi di tubuhku meninggalkan luka yang kadang tak kurasa aku
rindu dirimu yang dulu sungguh.
Mengennagmu serupa dengan mengundang banjir di wajahku. Aku terhanyut
oleh arus yang membuat susah bernapas. Namun, ini bagian yang tertinggal
darimu. Itu kenapa aku ta pernah membuangnya. Seiring waktu yang terus melaju
seiring itu pula kusimpan kau dan segala tentangmu. Di sini di ruang hati yang
menjadi milikmu.
Ketika embun mencumbu daun-daun, aku bergumul dengan
kenanganmu. Bersetubuh dengan sepi. Menikmati perih. Perih yang menjadi
bulir-bulir di pipi. Mengalir perlahan, ah terasa hangat.
Ijinkanlah aku tetap mencintai dan menyanyangimu.
Sehabis mandi seperti ini, saat aroma wangi menguar dari
lekuk-lekuk tubuhku, aku membayangkan kau memelukmu erat, mengecup keningku
hangat. Setelah itu, mungkin kau tahu kelanjutannya. Aku tak perlu menuliskan.
Cinta tak pernah bisa diminta, tidak pernah bisa memilih
kepada siapa akan diberikan, cinta adalah perasaan yang kadang tetap ada walau
harus penuh air mata.
Walau penuh air mata, cinta selalu saja enggan pergi sebab
mencintai semestinya tidak akan berubah hanya karena situasi atau pun hal
lainnya. Saatnya cinta akan pergi dengan sendirinya tapi setelah melalui
perjuangan-perjuangan yang sangat tidak mudah. Itu menurutku, itu caraku
mencintai.
Dan dari sekian banyak cinta yang ditawarkan untukmu. Kau tak
menerimanya sebab sebagai kekasih kau tak pantas membagi-bagikan cintamu.
Namun, sebagai manusia kau wajib mencintai semua ciptaan-Nya, bukan hanya
sesama manusia tetapi juga makhluk lainnya.
Kau menghapus air mata di pipimu. Kau memang lelah. Sampai
kapan semua ini akan berakhir. Berkali kau bangkit. Berkali kau disakiti. 12
tahun sudah. Apa karena kau masih saja bertahan membuat dia tak sedikit pun
menghargaimu? Ah, jangan lakukan hal bodoh itu. Percayalah Tuhan tidak pernah
tidur. Tuhan tidak akan menguji orang yang tidak mampu menghadapinya. Kau orang
pilihan. Abaikan saja. Yang terpenting dua buah hatimu. Abaikan sakit hatimu.
Aku menyebutmu penyeimbangku. Aku selalu berdoa untuk
kebaikanmu. Tanpa kau minta pun aku selalu melakukannya. Sebab kau dan aku
berada di frekwensi yang sama. Maaf kalau aku mencuri kalimatmu.
Kadang karena hancur dan patah, kita begitu mudah percaya
orang lain, tapi kadang karena terlalu sering merasakan luka membuat kita ragu
untuk percaya orang lain. Namun, satu yang pasti kita membutuhkan orang lain.
Jadi, jangan simpan segalanya sendirian, aku cuma takut kau tidak kuat
menghadapinya. Keluarkan beban yang menggunung di dadamu. Biarkan udara
memasuki rongga-rongganya.
Jarak tidak menjadi penghalang untuk terikat secara
emosional. Yang jauh terasa dekat, tapi yang dekat terasa jauh. Semua itu hanya
terletak pada komunikasi. Bagaimana denganmu dan pasanganmu? Sudahkah
berkomunikasi?
Kau memang tak biasa menulis tentang binar-binar bahagia.
Rasanya begitu hambar mungkin karena kau lupa bagaimana rasa bahagia itu. Ah,
tapi, seharusnya kau bisa sebab selalu ada dua sisi yang beriringan dalam hidup
ini.
Aku kangen kamu yang menyala-nyala seperti dulu.
Malam ini ijinkan aku mendekapmu erat. Belailah rambutku
sampai aku terlelap. Setelah lelap, kecuplah keningku dan teruslah dekap aku.
Biar kurasakan kedamaian karena hangatmu.
Dari malam tadi tidur gak bisa nyenyak, kebangun lagi,
kebangun lagi. Dan yang menyakitkan pagi ini kebangun dengan perasaan luka.
Entah apa penyebabnya. Bahkan terasa begitu sesak.
Ah, tak baik juga mengharapkan orang lain untuk mencintaimu.
Saat ini mungkin kau butuh waktu untuk dirimu sendiri. Namun, untuk itu pun kau
tidak bisa. Begitu banyak tanggungjawab yang sudah menantimu. Menangislah bila
kau ingin menangis. Jangan pernah merasa lelah sebab hidup adalah anugrah.
Kamis, 10 September 2015
UNTUKMU YANG TERSAYANG
Senja baru saja menghilang dan malam telah datang memenjarakan matahari. Namun, tahukah kamu, Sayang? Rasa rindu di hati ini tidak pernah terganti, tumbuh dan semakin tumbuh.
Malam ini rebahlah di sampingku, Sayang. Aku mengecup keningmu, mendekapmu erat dengan napas lembut. Kau membelai rambutku sampai terlelap. Setelahnya aku tak ingat apa-apa. Sampai kurasakan kecupan hangat di bibirku. Oh, itu bibirmu dan hangat napasmu. Aku bahagia sebahagia mentari menyambut pagi.
Lelaplah, Sayang. Tidurlah dalam rengkuhku. Sembari kulantunkan doa-doa keselamatanmu. Setelahnya aku mengecupmu penuh sayang.
Cirebon, 10 September 2015
Malam ini rebahlah di sampingku, Sayang. Aku mengecup keningmu, mendekapmu erat dengan napas lembut. Kau membelai rambutku sampai terlelap. Setelahnya aku tak ingat apa-apa. Sampai kurasakan kecupan hangat di bibirku. Oh, itu bibirmu dan hangat napasmu. Aku bahagia sebahagia mentari menyambut pagi.
Lelaplah, Sayang. Tidurlah dalam rengkuhku. Sembari kulantunkan doa-doa keselamatanmu. Setelahnya aku mengecupmu penuh sayang.
Cirebon, 10 September 2015
Rabu, 09 September 2015
MENERIMA TAKDIRMU
Gigil masih kuasai
Sedang hati juga perih
Duh, gusti
Air mata tak lagi temani
Kadang lelah menapaki
Jalan yang kau pilih
Entah, haruskah aku pergi
Tapi engkau inginkan aku di sini
Lalu, bagaimana lagi
Selain menerima takdir ini
Sedang hati juga perih
Duh, gusti
Air mata tak lagi temani
Kadang lelah menapaki
Jalan yang kau pilih
Entah, haruskah aku pergi
Tapi engkau inginkan aku di sini
Lalu, bagaimana lagi
Selain menerima takdir ini
Cirebon, 9 September 2015
Selasa, 08 September 2015
KIDUNG UNTUKMU SAYANG
aku memelukmu
lelaplah di dadaku Sayang
aku belai rambutmu
kunyanyikan kidung cinta kasih antara kau dan aku
pejamkan matamu
Cirebon, 08 September 2015
Cirebon, 08 September 2015
Minggu, 06 September 2015
PASRAH
Ke mana hendak kuberlari
menuju muara gelisah hati
kecuali hanya kepada-Mu
yang begitu mencintai
Ah, cintamu tanpa syarat
hingga membuat aku sekarat
sampai ke sendi-sendi tubuhku
nyeri beku
jari-jariku belum kembali utuh
aku mengerti
ini wujud cinta kasih
akan kunikmati
sampai waktuku berhenti
Ranjang bisu, 06 September 2015
menuju muara gelisah hati
kecuali hanya kepada-Mu
yang begitu mencintai
Ah, cintamu tanpa syarat
hingga membuat aku sekarat
sampai ke sendi-sendi tubuhku
nyeri beku
jari-jariku belum kembali utuh
aku mengerti
ini wujud cinta kasih
akan kunikmati
sampai waktuku berhenti
Ranjang bisu, 06 September 2015
Langganan:
Postingan (Atom)