Selasa, 08 Januari 2013

BELAJAR MEMBUAT RESENSI


Judul                      :     KEBERANGKATAN
Penulis                    :     NH. DINI
ISBN                       :     978-979-22-5836-3
Cetakan pertama    :     Pertama kali oleh PT. Dunia Pustaka Jaya, 1977
Diterbitkan oleh Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Januari 1987
Cetakan kedua        :     Mei 1989
Cetakan Ketiga        :     Februari 1991
Cetakan Keempat   :     Agustus 1993
Cetakan Kelima        :     Februari 2000
Cetakan keenam      :     Desember 2002
Cetakan ketujuh     :     Agustus 2010
Desain Sampul        :     Agus Purwanto
                                   Foto diambil dari Shutterstock
Tebal                     :     194 lembar


Cinta hadir tanpa dapat kita undang, begitulah kalimat yang sering kita dengar. Cinta dapat menghadirkan kekuatan tetapi dapat juga menghancurkan kekuatan. Membaca salah satu Novel NH. Dini yang mengisahkan tentang kehidupan seorang wanita Indo Belanda Elisabet Frissat yang jatuh cinta kepada Pemuda Indonesia asli yang bekerja di Istana, Sukoharjito. Kita akan menemukan jawaban bagaimana cinta membuatnya meninggalkan Indonesia, tanah air yang sangat dicintainya, tanah air yang sempat dipilih untuk tetap ditinggalinya bahkan saat semua keluarganya pindah ke Negeri Belanda.

Sukoharjito bukan satu-satunya laki-laki yang mendekatinya, walaupun Elisabet Frissat adalah peranakan Indo Belanda, tetapi dia sangat memegang teguh budaya masyarakat Indonesia, bahwa wanita hanya berhak dipilih tanpa bisa memilih dan hanya bisa menunggu. Karena itulah dia menganggap semua laki-laki yang mendekatinya hanya sebatas teman selama mereka tidak menyampaikan kata-kata, “Saya cinta kamu”. Namun semua berbeda, saat Sukoharjito mendekatinya dan berhasil mencumbunya. Tanpa kata “aku cinta” dari Sukoharjito, Elisabet Frissat mengikuti kata hatinya yang sangat mencintai Sukoharjito dan menganggap Sukoharjito kekasihnya.

Latar belakang keluarganya yang tak pernah diketahui jelas dari orang tuanya membuat Elisabet Frissat mencari tahu bermodalkan bayangan yang sekali melintas dalam benaknya. Fisiknya yang tak mirip dengan saudara-saudaranya dan perlakuan ibunya yang kasar membuatnya kadang berpikir apakah benar dia anak kandung ibunya. Bertemu dengan seorang Pastor Rama Beick awal mula harapannya terbuka untuk mengetahui asal usul keluarganya.

Terbukalah latar belakang masa lalunya dari kakak kandungnya yang telah terpisah lama dengannya, bahwa Elisabet bukanlah anak kandung Ayahnya. Ibunya yang cantik mempunyai hubungan dengan banyak pria karena ayahnya sering meninggalkan ibunya. Tak terduga bahwa Elisabet adalah anak dari laki-laki anak angkat yang dibawa ayahnya. Laki-laki Indonesia asli, seorang pelukis yang bernama Talib.

Setahun menjalin cinta dengan Sukoharjito, Elisabet tetap memegang teguh tidak akan menyerahkan keperawanannya sampai menikah.  Walaupun Sukoharjito sering memintanya. Elisabet yang bekerja sebagai Pramugari di GIA berteman dengan begitu banyak orang dan sering menemani para tamu istana. Sampai suatu hari dia mendapat kabar bahwa Sukoharjito akan menikah dengan kemenakan Ajudan Istana. Elisabet tak menyangka apa lagi Sukoharjito sendiri tak pernah menemuinya dan menjelaskan tentang hal itu. Dari Lansih sepupu Sukoharjito yang sekaligus teman satu rumah Elisabet. Dia tahu Sukoharjito terpaksa menikah karena si wanita telah mengandung.

Elisabet merasa terluka dan hancur. Berkali dia berusaha tegar, berusaha melupakan Sukoharjito. Bahkan di saat seperti itu pun hadirlah laki-laki lain Gail, Wartawan dari Amerika. Namun hati Elisabet masih belum bisa menerimanya. Diam-diam, Elisabet mengurus kepindahannya ke Belanda. Apa yang diharapkannya di Indonesia? Pikirnya. Padahal dulu dia tak ingin pindah ke Belanda karena cinta Indonesia. Kegagalan cinta pertamanya membuatnya benar-benar rapuh.
Novel ini ditutup dengan surat cinta dari Gail dan satu paragraf yang begitu menyayat hati pembaca.

Sayang,
Seperti permintaanmu, aku tidak mengantar pagi ini. Hati selalu tersayat melihat kendaraan apa pun juga menjauh membawa seseorang yang kita cintai. Ini masih ada seratus dolar di sudut dompetku. Kupindahkan ke dalam sampul buatmu. Anggaplah sebagai sesuatu yang meyakinkan aku bahwa kau akan segera membeli perangko dan menulis kepadaku setelah tiba di negeri Belanda.
Gail
Kulayangkan mata ke luar jendela. Harinya lembab berhujan kecil. Langit kelabu menyatu dengan air yang berjatuhan. Basahlah tanah. Tanah yang telah berpuluh tahun menjadi tanahku. Kota di mana dua laki-laki mempunyai arti dalam hidupku. Dengan hati rawan tetapi terang, tanah dan kotaku kutinggalkan.


Ending yang begitu memikat. Saya terharu membacanya. Berdesakan rasa muncul dari dalam dada saya. Layaknya sebuah Resensi yang seharusnya menyuguhkan kritik atau opini. Saya tak menyoroti penggunaan tata bahasa atau EYD. Hanya, nama tokoh kakak kandungnya yang tak tertulis dalam Novel itu yang membuat saya berpikir bahwa kakaknya itu jelas tak memiliki arti yang begitu mendalam bagi Elisabet Frissat. Novel ini jelas menjadi bahan belajar bagi saya. Beruntung saya dapat membacanya berkat kebaikan hati sahabat dunia maya yang menghadiahkannya untuk saya.

Cirebon,  20 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar