Senin, 10 September 2012

HIKA


Ini juga Cerpen lama saya, yang sudah pernah diposting di sebuah Grup di FB, masih belum sesuai dengan EYD


Hika, wanita 20 tahunan ini sangat cuek, tak ada yang mencolok dari sikapnya kecuali gaya tomboynya, saat pertama aku melihatnya aku menangkap sesuatu yang aneh sebenarnya, hanya aku tak berani membiarkan pikiranku itu tambah meluas, dia ponakan bosku waktu itu, sangat sopan itu yang terlihat, karena sangat jarang di zaman sekarang anak seusianya mencium tangan saat berjabatan kepada orang lain kecuali orangtua atau karena ada hubungan keluarga tapi ini dia melakukannya kepadaku yang baru dikenalnya.

 “Permisi mba, mau ketemu Pak Dude, ada mba” sapanya
“Oh ada, tunggu sebentar ya, masih ada tamu”  jawabku
Aku yang saat itu menjadi  Sekretaris Pribadi Pak Dude sangat tahu jadwal bosku itu, di sela-sela Hika menunggu di ruanganku, aku banyak bertanya padanya.
“Dari mana ?” tanyaku
“Dari Bandung ? 
“ooh, ponakan bapak ya” kataku sok tahu, hehehe, sebenarnya bukan sok tahu sich tapi karena tadi Pak Doni sudah memberitahuku. Pak Doni itu Orang kepercayaan Pak Dude.
“iya mba” jawabnya,

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya tamu Pak Dude keluar, dan aku langsung saja lapor kalau diluar ada Hika, Pak Dude langsung menyuruh Hika masuk. Ternyata Hika melamar kerja dan langsung diterima tapi tidak sekantor denganku, di kota lain.
Beberapa kali kami sering berkomunikasi saat dia berkunjung ke kantor, sangat menyenangkan sich berkomunikasi dengannya, aku mencurigai sesuatu tentangnya tapi aku tak mungkin menanyakannya langsung, sampai suatu ketika aku malah yang curhat padanya, karena beban yang aku rasa tak bisa aku tahan sendiri, responnya sungguh bagus saat itu, dia malah mengenalkanku sama omnya yang katanya punya kelebihan bisa membantu mencarikan solusi, sore itu aku dan Hika berjanji ketemu omnya di sebuah rumah makan.

Saat ketemu omnya Hika aku merasakan ada penolakan dalam diriku, ada peringatan yang menyuruhku.“jangan terlalu dekat, kau harus membuat batasan dengannya”, aku tak tahu apa itu, tapi aku mengikuti kata hatiku.
Kini Hika menjadi teman yang paling dekat denganku, karena sudah dua tahun ini, dia sekantor denganku, dia cerita banyak masalah pribadinya tentang mantan-mantan pacarnya yang semuanya menyakitkan hatinya, hmmm, karena munurutku Hika terlalu mudah jatuh cinta, siapa yang berani jatuh Cinta harus siap juga sakit hati.

Pagi ini tidak menyangka Hika tiba-tiba meneleponku
“Halo, Assalamui’alaikum...” kata awal yang selalu aku ucapkan saat menerima telepon
“Mba udah berangkat belum”
“Belum nich, oh iya ka, kemarin Bu Tiwi mengajak senam bersama loh, tapi aku sich udah menolak gak ikut” kataku menawarkan ke dia kalo saja dia mau ikut.
“Gak mba, aku lagi gak enak badan.”  Ya udah ya mba ntar aku jemput ke rumah”
Aku senang saat dia menawarkan itu “ Bener nich mau jemput, ya udah aku tunggu ya” tapi ada kecemasan takut terlambat sich, karena tadi Hika bilang dia masih ada di kosannya.

Aku merapikan kerudungku dan segera menunggu Hika di teras rumah.
Tak berapa lama Hika datang dengan motor yang tak biasa dia pakai, aku langsung tanya
“motor siapa tuch”  belum dia menjawab aku sudah menyimpulkan itu motor teman barunya Nadine.
“motornya temen mba” jawabnya
“motornya Nadine ya?”
“bukan mba, motornya Riza temen kos” kata Hika
“ooh, jawabku. Dan langsung duduk dibelakangnya.

Kalo sudah ketemu begini, akhir-akhir ini pasti kami terlibat obrolan tentang Nadine, wanita manis dengan sikap yang supel, sangat menyenangkan itulah kesan yang aku lihat saat pertama Hika mengenalkannya padaku, memang wajar kalau Hika begitu memujanya, karena nadine itu punya banyak hal yang menyenangkan, aku saja bisa langsung akrab dengannya.
Nadine dikenal Hika melalui teman lelaki Hika yang tadinya sich mau dicomblangkan temannya ke Hika, ternyata malah hati Hika tertambat oleh sikap apa adanya Nadine, dan sungguh di luar dugaan kalau Hika bisa cerita hal yang rahasia, yang selama ini hanya ke aku saja dan omnya Hika berani berbagi, itu sich menurut pengakuan Hika suatu ketika.

“Mb..... Mb... “  sapanya suatu pagi kebiasaan buruknya yang selalu mengganggu pagi-pagi, tapi ya justru karena itulah aku kadang menjadi bersemangat, senang mendengar dia berbagi cerita.
“apa, ada Apa ? aku berusaha meladeninya walau kadang aku kurang fokus karena sembari bekerja
“aku baru kenal sama temannya Aji, dia nice banget mba, dia bisa terima loh keadaan aku”
Alisku mengrenyit aku langsung penasaran, karena selama ini wanita normal, hanya aku yang bisa menerima keadaan Hika.

“oh ya masa’ sich”
“iya mb, aku cerita banyak sama dia, Nadine itu suka fotografi, dia itu apa adanya” kata Hika panjang lebar tentang pujian-pujiannya ke Nadine, membuat aku penasaran, tapi sebenarnya feelingku mengatakan kalau Hika lambat laun akan menyukai Nadine seperti yang lain.
Ya, Hika tak pernah lelah, walau sering patah hati. Begitu semangatnya Hika sampai menyuruhku menilai foto Nadine”

Mba, lihat dech fotonya, what do you think about her? Kata Hika yang lebih sering menyampaikan kata-katanya diselipi bahasa inggris itu.
Aku gak pernah bisa menolaknya, walau aku juga bukan psikolog atau peramal tapi mau tidak mau aku harus menilai, hehehe... kalau sudah begini aku jadi serasa hebat. Tapi itulah Hika yang selalu menganggapku bisa, padahal aku juga belum tentu benar.

Dari foto yang kulihat, aku menyimpulkan :
“Dia sepertinya banyak omong dech”  Angkuh. Seperti anak yang nakal” kataku pada Hika sok tahu hehehe.
Aku melihat wajah Hika berubah, saat aku menyampaikan pendapatku, tapi aku segera meralatnya tapi belum tentu benar loh” kataku, “soalnya fotonya seperti itu”. Posisinya mendongak begitu, timpalku.
Beberapa hari ini pasti soal Nadine yang kami bahas, tapi aku sungguh tak enak hati, karena sempat melakukan penilaian yang salah, makanya saat Hika mengajak Nadine main ke rumah malam-malam saat pertama, aku langsung menyampaikan permintaan maafku.

“ka, ternyata mba salah nilai kok, dia baik, wellcome, menyenangkan, kataku”
Hika malah jadi salah tingkah, karena tiba-tiba aku menyinggung itu, untuk meluruskan keadaan aku langsung bilang ke Nadine
“maaf ya nadine, kmaren mba salah menilai fotomu, habis fotonya gitu sich” terangku.
“ooh, gitu mba” kata Nadine, masih tak mengerti, akhirnya Hika menjelaskan.
“Iya, kemaren mba sama aku lihat fotomu di Fb sama Twitter, terus tanya tentang kamu ke mba”
“iya Nadine, fotonya ganti dech jangan yang itu” kataku. Karena emang di Fotonya terlihat judes banget, padahal orangnya gak seperti itu.

Sejak kejadian malam itu, antara aku dan Nadine tak ada komunikasi kecuali Hika yang sering menceritakannya.
Jam makan siang Hika mengajakku makan, dia ingin banget mentraktirku katanya, memang Hika sudah berjanji akan mentraktir di hari ulang tahunnya, tapi aku memang susah kalau diajak keluar kantor disaat jam kerja, akhirnya aku mengiyakan tapi di jam istirahat.
“mb, ayolah aku kan udah janji mau traktir mba”
“iya, tapi nanti dulu ya, kan belum jam istirahat kataku”
Aku selalu gak enak keluar kantor sebelum jam istirahat, makanya Hika selalu bilang ke aku kalau aku orangnya sangat disiplin.

Hika menelepon Nadine, Hika ingin kami makan bertiga, aku sich gak mikir apa-apa lurus saja, aku pikir Hika ingin aku lebih mengenal Nadine, teman barunya itu.
Aku dan Hika naik motor berboncenagan menuju rumah Nadine yang kebetulan gak terlalu jauh dari kantor kami, tapi Hika tak berani ke rumahnya, kami menunggu di gang dekat rumahnya.
Saat Nadine muncul dari balik gang aku terkaget melihat reaksi mukanya yang tiba-tiba pucat melihatku, “apa yang aneh sama aku pikirku” aku sama sekali gak paham. Tapi mungkin karena ini pertama kalinya dia melihatku pakai pakaian kantor dan kerudung, biasanya dia kerumah aku tak berkerudung. Dia memandangi wajahku dan langsung bersalaman sambil mencium tanganku, mukanya masih terlihat pucat.

Kami langsung menuju warung baso, disana kami mulai mengobrol, tapi baru saja baso panas disajikan, aku terkaget.
“Mba aku pinjem Hika ya”
“Pinjem maksudnya? Tanyaku tak mengerti”
“Iya aku sama Hika”.... Nadine tak meneruskan kata-katanya, tapi aku sudah menangkap ada sesuatu antara mereka.
“Hmmm... apa kalian berdua sudah ......” aku tercekat...
Nadine masih dengan muka pucat dan Hika juga dengan muka bersalah menjawab
“Iya, kami udah jadian mba, “maaf ya mba” kata Hika lagi, maaf aku gak bilang sama mba
“Nadine bilang kalau dia pengen ngomong sendiri” kata Hika dengan muka dan nada yang tidak enak
“Maaf ya mba” Hika ulang lagi. Hika merasa tak enak karena ini kali pertama dia tak berbagi denganku.

Aku berusaha menetralisir keadaan itu, aku memang kaget tapi sebenarnya aku sudah menduga hal itu, ya saat bagaimana Hika menceritakan tentang Nadine. Hanya aku sampaikan harapanku terhadap hubungan mereka, ya cinta dan sayang boleh dimiliki siapa saja, termasuk antara wanita dan wanita, tetapi aku ingin Nadine yang terakhir untuk Hika, dan Hikapun sebaliknya.

Kalaupun mereka menjalin hubungan, pada akhirnya akan sakit, karena budaya, tradisi, agama dan negara tidak akan melegalkan hubungan seperti itu, tak ada satu manusiapun yang memilih untuk menjadi Lesbian, apalagi Hika, dengan latar belakang keluarga yang sangat menyedihkan, ibunya menikah tiga kali, ayahnya menikah tiga kali juga, Hika kecil harus menerima nasib diasuh ayahnya karena ibunya bercerai dengan ayahnya dan memilih menjadi TKW, belum lagi Hika mengalami pelecehan seksual dari pamannya sendiri di waktu kecil.

Apapun keadaan Hika, kita tidak berhak menghukumnya, itu yang membuatku mampu mengertinya, Semoga Hika akan menemukan jalan untuk kembali ke kodratnya sebagai wanita seutuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar