Selasa, 27 Oktober 2015

CARAMU MENDAMAIKAN HATI

(1)
Bila kau diingatkan lagi tentang kesakitan-kesakitan itu membuatmu ingin muntah tapi tak bisa. Suara gemericik air seakan menambah dendang luka di hatimu. Begitu kuat getarannya dan kau merasa semakin samar, tak terlihat, hilang. Bersisa hampa dalam kesepian.

(2)
Bersama hampa itu kau merenung. Mengolah hatimu yang telah membiru. Tidak, kau tak boleh hanyut dalam arus kelukaan itu. Bagaimanapun kau harus tetap ada, terlihat dalam bentuk yang jelas.

(3)
Kau tak boleh memadamkan percikan di hatimu sendiri. Kau membutuhkannya untuk kehidupanmu. Kumpulkan sisa-sisa percikan itu. Lalu, kau akan membuat pijar untuk menerangi dua hati. Ayo lakukanlah, sebab hanya kau yang bisa melakukannya.

(4)
Kau tak boleh lindap. Tidak. Kau selalu mampu mengatasi semuanya sendirian. Aku tahu, kau hanya teringat, setelahnya akan baik-baik saja, tapi bukankah kau hidup dalam dunia itu bertahun-tahun? Ya, seperti biasanya kau akan kembali berpijar setelah menuliskan beberapa rangkaian kata.

(5)
Dan akhirnya sebelum mentari datang, pekat malam sudah mampu menyembuhkan hatimu. Kau hanya butuh jeda untuk berdiam, merenung, menderaskan air mata, menulis, dan rangkaian kata menyembuhkanmu sementara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar