Selasa, 27 Oktober 2015

CARAMU MENDAMAIKAN HATI

(1)
Bila kau diingatkan lagi tentang kesakitan-kesakitan itu membuatmu ingin muntah tapi tak bisa. Suara gemericik air seakan menambah dendang luka di hatimu. Begitu kuat getarannya dan kau merasa semakin samar, tak terlihat, hilang. Bersisa hampa dalam kesepian.

(2)
Bersama hampa itu kau merenung. Mengolah hatimu yang telah membiru. Tidak, kau tak boleh hanyut dalam arus kelukaan itu. Bagaimanapun kau harus tetap ada, terlihat dalam bentuk yang jelas.

(3)
Kau tak boleh memadamkan percikan di hatimu sendiri. Kau membutuhkannya untuk kehidupanmu. Kumpulkan sisa-sisa percikan itu. Lalu, kau akan membuat pijar untuk menerangi dua hati. Ayo lakukanlah, sebab hanya kau yang bisa melakukannya.

(4)
Kau tak boleh lindap. Tidak. Kau selalu mampu mengatasi semuanya sendirian. Aku tahu, kau hanya teringat, setelahnya akan baik-baik saja, tapi bukankah kau hidup dalam dunia itu bertahun-tahun? Ya, seperti biasanya kau akan kembali berpijar setelah menuliskan beberapa rangkaian kata.

(5)
Dan akhirnya sebelum mentari datang, pekat malam sudah mampu menyembuhkan hatimu. Kau hanya butuh jeda untuk berdiam, merenung, menderaskan air mata, menulis, dan rangkaian kata menyembuhkanmu sementara.

TENTANG MALAM

(1)
Ada ruam-ruam perih menggigit hati. Entah, kenapa sedih begitu mudah menghampiri. Saat diri tak lagi bahagia bernaung pada satu tempat. Ke manakah hendak berlari. Sedang kaki masih tertancap pada janji.

Dan lagi akan ke mana kaulabuhkan air mata dua hati, bila tak dalam pelukanmu. Maka, bertahanlah di sana. Bukankah kau telah berjanji bahwa kau akan menyulam bening kristal dari matamu untuk senyum ranum mereka. Bila iya, usah gelisah sebab esok masih akan kembali.


Malam yang menjadi tempat kau rebahkan asa, memberi jeda tuk lupakan semua. Dengan lelap kau akan kembali ceria sebab ada doa-doa yang menjaga.


(2)

Rasanya begitu sulit melupakan. Di bilik hatimu yang manakah kau tempatkan aku? Sedang mengingat segala yang terjadi antara kita membuat aku kesulitan bernapas.

Sedang ini malam yang masih menyisakan gigil. Sedang aku kehilangan hangat sapamu. Ah, mungkin engkau lupa mengirimkannya atau udara tak ingin menyampaikannya?

Setiap kali kauingatkan tentang bayang-bayang itu. Aku terkesiap. Ada yang perih di hati ini. Ah, aku tahu bahwa di sanalah duniaku. Tempat aku harus menyerahkan jiwa dan raga. Namun, aku sudah tidak bisa tapi aku pun tak hendak mencari tempat lain. Mungkin menurutmu aku begitu rumit dan sulit dimengerti. Ya, bisa jadi.


Mendadak dada ini seperti balon yang kelebihan udara, sesak, mual dan entah. Ah, mari tidur saja dan melabuhkan rasa luka pada pekat malam hingga saat mentari datang, luka pun turut hilang.







UNTUK PEREMPUAN

(1)
Seorang perempuan akan ditempatkan pada tempat yang dia buat sendiri. Maka, bila kau ingin dihormati. Hormatilah dirimu sendiri. Lalu, apakah bisa menjadi alasan karena kau tidak bahagia membuatmu merusak rumah tangga orang lain. Dia juga saudaramu bukan sama sepertimu, seorang perempuan juga. Di saat kau membutuhkan seseorang carilah teman paling dekat bila tak ada maka berdoalah karena hanya Tuhan yang pantas kaupercaya. Lalu, bila kau masih tak bahagia, cobalah tuliskan apa yang kaurasa. Cobalah, kau akan lebih tenang. Aku membagi ini karena aku sudah mencobanya.

(2)

Lalu, kesakitan-kesakitan yang kauterima dalam hidupmu tak harus membuatmu menjadi tidak baik, bukan? Maka berhati-hatilah membagi ceritamu. Jangan sampai kau salah memberikan kepercayaan. Seseorang yang kaukenal dari dunia maya tak boleh kaupercaya begitu saja. Tanamkanlah ketidakpercayaan dalam hatimu agar itu menyelamatkanmu dari penipuan dan kesengsaraan selanjutnya. Memang tidak mudah memikul penderitaan sendirian, tapi usahakanlah sebab aku tahu perempuan adalah makhluk yang kuat. lebih kuat dari laki-laki.

(3)

Apapun kondisimu saat ini, tersenyumlah pada orang lain dan sudah berapa banyak orang yang kauberi senyuman pagi ini?

(4)
Kau akan tetap kelihatan seksi tanpa harus menunjukkan milikmu yang berharga. Buatlah laki-laki mengingatmu sebagai seseorang yang seksi dengan kelebihanmu yang lain bukan karena kau tak memakai baju.

TENTANG KITA

(1)
Memang tidak ada apa-apa antara kita. Kalaupun ada sesuatu tentang kita itu hanya perasaan saling peduli. Tidak ada yang lebih. Tapi, aku senang mengenalmu. Aku senang kecerewetanmu karena sudah lama tidak ada yang melakukan itu untukku. Jadi, tetaplah di sini.

(2)
Ada sepotong rindu yang menyelinap pelan di bilik hati Mungkin karena perbincangan yang belum usai entah rasa apa namanya ini tapi aku tersentuh dengan semua peduli katamu, "semalaman aku tak tidur. Memikirkan perasaanku padamu sayang atau simpati ternyata aku menyanyangimu sebatas teman." Tak apa, rasa sayang tak bisa dipaksakan aku mengerti, sebab aku pun tak bisa menerima yang lebih dari itu malam ini, lelaplah dan esok kau terjaga dengan rasa bahagia.

(3)
Entah ini hari ke berapa kita terlibat dalam perbincangan. Katamu, kau bukan orang yang sering mengingat hal-hal seperti itu. Ah, sedang aku seseorang yang sangat menyukai keromantisan, puisi, dan kedetailan. Sesuatu selalu aku abadikan dengan kata-kata. Ah, tak apa, tak sama bukan berarti kita tak bisa menjadi indah. Justru karena berbeda warna lukisan akan terlihat hidup. Sebab katanya persahabatan seperti pelangi.

Minggu, 25 Oktober 2015

SAYANG KALAU DIBUANG PART 3

Puas-puaskanlah kau memandang rembulan sebab esok kau tak akan dapat melihatnya. Perlu jeda untukmu menemukannya kembali. Seperti itu pula cinta. Tak setiap waktu kau dapat mereguk nikmatnya. Kadang hanya bersisa luka-luka. Ada yang tertinggal memang bagaimana dulu dia mengasihimu. Atau bagaimana dulu kau mengasihinya. Mengingatnya saja kadang membuatmu menangis. Namun, hapuslah air matamu sebab selalu ada akhir dari setiap perjalanan. Mulailah perjalananmu yang baru dengan tantangan dan warna yang lebih indah.

Kadang sebagai manusia biasa aku ingin membagi sepotong kesedihan walaupun hanya berupa coretan, tapi tak perlu terlalu lama melakukan itu karena aku percaya bahwa tak akan dibiarkan hanya terjadi musim kemarau saja. Akan ada hujan yang menyegarkan. Yang aromanya dirindukan pepohonan. Sebab itulah sejatinya kehidupan.

Tidak, tidak, aku sedang rapuh saja. Selama ini aku sudah mengorbankan segalanya, tapi ada alasan untukku agar tetap terjaga.

Kekasihku pengatur segalanya, bolehkah aku tidur sangat panjang dan terbangun saat semuanya tidak rumit seperti sekarang?

Lalu, pada hampar luasnya kehidupan ini degan segala warna -warninya. Aku hanyalah setitik buih. Terombang ambing oleh arus. Entah, akan ke mana lagi arus ini membawaku. Walaupun aku lelah namun bila waktuku belum usai aku masih harus menikmatinya. Ya, aku tahu, Kekasihku. Aku hanya bisa mengikuti alurmu. Walau sudah segala daya kulakukan untuk bertahan. Aku mohon jagalah aku agar tetap kuat. Sebab aku lupa bagaimana rasanya bahagia.

Duniaku adalah menulis. Di mana pun aku berada. Mengenal orang baru dengan cerita baru. Ya, kalaupun kini kau hanya mencantumkan aku sebagai seseorang yang bisa menulis. Mungkin itu cukup buatku. Ya, aku tak bisa mengikuti duniamu, kesenanganmu. Mungkin aku ditakdirkan bukan untuk cinta dua manusia lebih kepada cinta yang lebih luas.

Pagi yang masih ditingkahi dengan batuk dan gigil. Aku butuh setumpuk semangat untuk menyelesaikan segalanya. Aku akan menghadirkannya seperti mentari yang tidak pernah lelah menyinari bumi.

Lalu, di langit-langit kamar kau seakan menonton adegan demi adegan, kau kesakitan sebab kau melihat seorang wanita menangis di sudut kamar. Berharap seseorang menolongnya, tapi kau tak bisa melakukan apa pun. Kecuali berdiam.

Malam ini entah malam ke berapa kau tak bisa memejamkan mata. Ada yang begitu riuh di pikiranmu. Namun, kau masih saja ingin menahannya sendirian. Biarlah air mata saja yang menemanimu.

Tak jarang kau membuat orang lain tertawa-tawa, tapi sebenarnya hatimu sendiri sedang luka. Ya, kau hanya tak ingin memperlihatkannya. Cukup hanya orang tetentu yang tahu. Seperi malam ini kau berlari-lari meninggalkan jejaknya walau masih saja ada duri yang menusuk di kakimu.


Sabtu, 24 Oktober 2015

RASA SYUKUR

(1)
Lalu di titik-titik tertentu aku bersyukur, aku dianugerahi kemampuan berimajinasi. Kemampuan menuangkan apa yang aku rasa dan apa yang aku mau. Dengan menulis aku merasa menemukan teman sejati. Teman yang tak bisa mendustai. Teman yang paling mengerti. Yang dengannya aku bisa mengadukan apa saja.

(2)
Menemukan sesuatu hari ini. Semakin mengerti. Semakin menyadari. Ah, saya memang tidak ingin diketahui. Atau mungkin saya juga sulit diraih. Begitu sedikit yang dapat memahami. Itu kenapa saya merasa sepi. Namun, itulah saya. Biar semua orang pergi saya masih tetap di sini menjadi saya yang saya maui.

GELISAH

(1)
Masih saja ada rasa rindu yang mengurungku, sedang waktu terus berlalu. Entah harus ke mana rindu ini berpulang. Sebab aku tahu kau tak akan menerimanya lagi. Jadi, seharusnya aku membuang rindu ini saja. Ah, mungkin aku belum bisa.

(2)
Dan kau sudah menyerahkan rindumu untuk orang lain. Secepat itu. Mungkin seperti itulah kau mencintai. Sedang aku masih saja terhanyut arus gelombang kerinduan ini.

(3)
Entah, apakah aku harus berlari dari masa lalu. Membereskan semua kenangan dan memendamnya di palung hatiku yang terdalam. Kenapa kau begitu tega membuat dada ini begitu sesak. Kemana lagi aku harus menyimpannya? Terlalu banyak luka-luka hingga tak mampu lagi menampungnya.

(5)
Aku memang bukan orang yang bisa begitu saja melupakan. Walau begitu banyak kesakitan yang kuterima. Entah apakah sebenarnya aku masih cinta, atau aku masih belum bisa bangkit dari segalanya.

(6)
Walau begitu banyak yang datang menghampiri tapi cinta bukan seperti itu, menerima siapa saja yang mengetuk hati. Bagiku sangat tidak mudah untuk berpaling darimu.

(7)
Lalu, apa yang aku tuliskan hanyalah bagian dari apa yang ingin kutulis. Tak ada terbersit niatan untuk sesuatu hal yang lain. Sebab aku tahu, aku sudah lelah menyimpan harapan. Terlalu banyak kehilangan-kehilangan dan mungkin aku tak sanggup lagi kehilangan.

(8)
Aku hanya punya ketulusan dan hati sedang hati ini telah lama beku. Tak lagi menyala dan menggelora. Entah harus bagaimana aku hadirkan percikannya. Sebab aku tahu seharusnya tak ada tempat lagi untuk itu.

(9)
Kita tidak pernah tahu ke mana arus kehidupan membawa kita. Dan di perjalanan yang panjang itu kita sering bertemu dengan orang-orang yang mungkin hanya sekadar lewat atau orang-orang yang akan berarti dan meninggalkan kenangan.

(10)
Ini sudah dini hari. Ada banyak kisah yang kutemui di sini. Ada begitu banyak pengorbanan yang mesti ditempuh untuk suatu harapan. Ya, kita hanya menjalani. Pahit ataupun manis. Namun, percayalah bahwa Allah selalu menciptakan segala sesuatu berpasangan.

(11)
Kekasihku pemilik alam semesta. Kadang aku menangisi jalan yang kaupilihkan untukku. Kadang aku mensyukuri aku masih bertahan d jalan ini. Kadang aku kosong dan hampa. Kadang aku hancur dan patah. Namun, aku tahu itu yang terbaik buatku.

(12)
Berjibaku dengan kesibukan. Walau badan ini terus mengaduh. Sedang pagi sudah mulai lenyap berganti siang yang garang. Kau yang jauh dari jangkauan. Entah siapa. Sebab aku tidak tahu harus ke mana melabuhkan rindu ini. Apakah kau juga sedang rindu?

(13)
Terpaksa mengalah sebab badan sudah minta ditidurkan. Ah, saat seperti ini betapa rindu kasih sayang. Engkau yang tersimpan dalam ingatan tak pernah lagi memberi kabar. Bahkan ketika itu kaubiarkan aku menanti. Hingga akhirnya engkau pergi. Sedang dia yang dekat tapi terasa ada sekat. Entah, haruskah kulalui sakit ini sendiri lagi? Sedang sekarang aku mulai merasa melayang terbang, dan begitu ringan. Atau mungkin ini sudah waktuku?

KANGEN BAPAK IBU


Malam sudah hampir usai. Sedang aku masih berdiam. Menidurkan badanku yang mengaduh di sofa coklat. Bayang-bayang masa lalu berkejaran di kepala. Raut dua orang yang paling kusayangi saat ini melintas. Lalu Ada dua wajah yang memantul. Wajah yang lama tak kulihat bertahun-tahun. Dulu, salah satu dari pemilik wajah itu selalu mendekapku erat bila aku sakit. Memijiti badanku sampai aku terlelap. Ah, sementara pemilik wajah yang satunya memberiku permen agar mulutku tidak pahit. Aku selalu mengigau karena suhu tubuhku yang panas. Itu memori yang tak akan pernah terulang. Namun, malam ini tiba-tiba menggenangi ingatanku. Menyeretku dalam kesedihan mendalam. menghanyutkan aku dalam banjir air mata. Pak, Bu, aku kangen kalian.

Cirebon, 22 Oktober 2015

EPISODE TENTANGMU

Pagi ini terasa senyap walau begitu riuh di halaman. Mungkin saja karena aku tak lagi merasakan riuh di hatiku.


Hari ini 12 tahun yang lalu aku merasakan begitu gemuruh. Aku bersiap menjadi wanita yang paling bahagia sebab esok kita akan mengikat janji suci. Aku rindu diriku yang dulu. Yang begitu bahagia bersamamu. Sekarang kenapa aku selalu menangis bila mengingat itu? Mungkinkah semua perasaanku padamu akan kembali seperti semula, tolong beritahu aku bagaimana caranya?

Kau yang membuat aku begini. Dan menyakitkan ketika aku tahu semuanya terkikis pelan-pelan. Aku harus bagaimana? Coba jelaskan padaku. Hari ini aku benar-benar luka.

Aku merasa begitu perih menyadari semuanya tidak baik-baik saja. Ah, bahkan aku tidak tahu sampai kapan aku mampu menghadapi semua ini. Kau satu-satunya orang yang pernah begitu aku cintai. Seandainya aku bisa kembali seperti dulu. Seperti waktu dimana aku terima kesakitan-kesakitan darimu tanpa perasaan luka. Mungkin aku sudah lelah.

Tahukah kau, Sayang, kau saja tidak bisa membuat aku merasa dicintai. Kalau kau saja tidak mampu lalu bagaimana dengan orang lain? Ah, wajahku sudah tenggelam di lautan air mata sekarang.

SAYANG KALAU DIBUANG PART 2

(1)
Mungkin benar kau sudah tidak menginginkan aku lagi, tapi bisakah kau menjelaskan sesuatu? Sangat ironis rasanya. Aku masih saja menunggumu, mengharap kau kembali seperti dulu. Sedang kau sama sekali tak menghiraukan aku. Kadang aku lelah dengan cinta ini. Namun, mungkin seperti inilah cara untuk tetap mencintaimu, tapi aku mulai bertanya, apakah kau juga masih mencintaiku seperti dulu?

(2)

Sudah berlembar-lembar kertas kutulis kisah tentangmu. Sudah berapa banyak puisi yang kucipta untukmu. Namun, waktu memang tidak pernah kembali. Aku tahu, jadi, biarlah kudedahkan rasa pada kata-kata.

(3)

Banyak wanita yang menjadi tidak baik karena rumah tangganya tidak bahagia, tapi kembali lagi, berusahalah tetap menjadi baik. Sebab ibu adalah cermin anak-anaknya. Langkah seorang ibu bukan terhalang oleh anak-anaknya, tapi langkahnya menjadi salah satu penentu hidup anak-anaknya selanjutnya. Owh, jadi berhati-hatilah. Walaupun pedih perih usahakanlah tetap bahagia di depan anak-anak. Memang tidak mudah, tapi segalanya bisa kalau mau berusaha.

(4)

Kenapa aku suka membaca atau mendengar curhatan wanita-wanita. Karena aku ingin bisa meringankan sedikit beban mereka. Sebab aku tahu bagaimana rasanya terluka tanpa bisa mengaduh pada siapa pun. Hanya bisa berlinang air mata ketika berdoa.

(5)

Pernahkah kau merasakan dadamu sesak? Seperti balon yang kelebihan udara? Ah, rasanya akan pecah. Penuh.

Lalu pernahkah kau diserang rasa sepi dan perasaan sendiri. Perasaan sedih karena tak ada seorang pun yang mengerti? Ah, setiap kali kau percaya pada seseorang untuk berbagi kisahmu, saat itu pula kau merasa bersalah telah menceritakan hal yang seharusnya tak kauceritakan. Dan itu menyakitimu?



Jumat, 23 Oktober 2015

SEPENGGAL CERITA

"Aku sangat mencintaimu, Fa, kenapa kau tidak pernah percaya?" tanyamu suatu hari ketika masih saja aku mengatakan kalau aku tak percaya kau mencintaiku. Ya, bagaimana aku bisa percaya sebab nyatanya laki-laki yang aku tahu hanya menyakiti hati pasangannya. Beberapa kali cerita yang sama kudengar. "Lebih baik aku mencintai Allah saja, cukup rasanya, lebih baik kita berteman saja" jawabku. Kau menghilang setelah komunikasi yang terakhir itu. Aku mencarimu. Mungkin karena aku terbiasa cerita banyak hal padamu. Aku sempat menangis. Menyadari aku kehilanganmu. Namun, segala yang sudah diputuskan, tak akan mungkin bisa ditarik ulang. Kini, aku tahu kau memang bukan yang terbaik buatku sebab bila kau peduli kau tak akan menuntut apa pun dariku.

.....

SAYANG KALAU DIBUANG

(1)
Dari sekian banyak perempuan yang kehilangan kasih sayang, aku melihat mereka menjadi pribadi yang menyedihkan. Memasang foto dengan belahan dadanya ke mana-mana. Menulis status mengemis cinta ke mana-mana. Ah, itu wujud refleksi kekecewaan. Namun, haruskah kita merusak harga diri seperti itu. Sebenarnya kaum kita adalah kaum yang lebih mulia dari laki-laki. Letakkanlah posisi kita pada kemuliaan itu.

(2)
Ini malam yang penuh aroma kesedihan, tapi baiknya kau abaikan saja. Isi waktumu dengan hal-hal yang berguna. Bukankah tak ada yang sia-sia dari setiap kejadian?

(3)
Ada begitu banyak cara untuk menenangkan hati: berdoa, mendengarkan lagu yang disukai, dan menulis. Setelah melakukan ketiganya. Semua menjadi baik-baik saja. Alhamdulillah :)

(4)
Saat kau membiarkan aku bebas mungkin aku akan lebih mudah melangkah, tapi saat kau masih mengikatku seperti ini tanpa memberikan penjelasan apapun sama saja kau menguburku dalam lubang kesedihan yang begitu dalam. Setiap kali aku berikrar dalam hati bahwa hidupku untuk anak-anakku saja. Mungkin aku belum berhasil saat ini. Menikmati hidup yang memang seharusnya. Suatu saat aku ingin menjadi orang yang berhati luas, memberi dan memberi saja.

(5)
Yang paling aku benci dari diriku adalah saat dimana aku teringat dirimu, merindukanmu dan menangisi akhir dari hubungan kita. Aku ingin sekali berlari meninggalkan semuanya tentangmu. Sebab aku tahu tak akan pernah bisa diulang, mungkin saja saat ini aku belum bisa, tapi aku yakin akan bisa melakukannya nanti.

(6)
Kemarin aku sudah mengemasi rindu, lalu apakah aku harus membuang rindu itu atau menyimpannya dan setiap membukanya kembali ada yang terasa perih? Kau tak akan bisa menjawabnya kan? Atau mungkin tidak ingin menjawab seab kau telah sibuk dengan kehidupanmu yang baru.

(7)
Malam ini terasa begitu bisu. Namun, ada gemuruh di dada dan pikiranku. Entah, apa lagi yang hendak kutuliskan, mungkin hanya bait-bait doa yang kukirim untukmu. Semoga kau baik-baik saja.

(8)
Saatnya pulang. Mengemasi barang-barang juga mengemasi rindu yang bercecer di sepanjang jalan kenangan aku dan kamu.

(9)
Sekuat apa pun kadang kita merasa rapuh karena kita manusia biasa yang penuh dengan emosi. Tidak ada yang abadi bukan? Mungkin seperti orang-orang di sekelilingmu yang meninggalkan. Namun, hanya dirimu sendiri yang bisa membuatmu bangkit. Tak perlu meratapi terlalu lama sebab waktu tak pernah menunggumu.

(10)
Siang ini aku membisu. Mengingatmu. Menyenandungkan namamu. Selalu jaga aku dari kejahatan yang tampat atau pun tidak.

(11)
Menulis itu dunia kreasi, walaupun hanya menulis status. Tidak serta merta si penulis bisa dituding seperti yang ditulisnya, belum tentu orangnya seperti itu bisa jadi hanya imajinasinya yang begitu :)

(12)
Di heningnya malam-malammu, engkau sering merenung, mengkaji diri. Ibarat menonton film dengan peran utama dirimu sendiri. Sementara di luar pohon-pohon juga tertidur, tak ada gemerisik angin. Terasa syahdu. Kau hanya manusia biasa dan sesama manusia tak berhak menilai manusia lain tidak baik. Kau hanya berusaha tak menyakiti siapa pun. Kalaupun kau marah itu karena dimulai. Kau tidak pernah meninggalkan. Jadi siapa pun yang telah pergi kau belajar darinya dan semakin hati-hati. Kau wajib berterima kasih karena kau dapat pengalaman baru.

(13)
Laki-laki begitu mudah menyatakan sayang dan cinta, tapi begitu sulit mempertahankan sayang dan cinta.

Kamis, 22 Oktober 2015

KAU DAN CERITAMU

Sering kau berlari mengejar mimpi-mimpi walau ada begitu banyak bayang-bayang mengikutimu. Kau sering ketakutan atau terpojok pada ruang sepi. Ruang yang kau ciptakan sendiri sebab kau tahu tak ada keramaian yang membuatmu merasa nyaman. Padahal sejatinya manusia membutuhkan ruang yang membuatnya nyaman untuk bebas berekspresi. Itu kenapa kau lelah sebab tak ada tempat untukmu berdiam. Tidak yang riuh atau sunyi.

Entah sudah berapa malam kenangan tentangnya menyusup di kepalamu. Mengetuk dinding hati. Menghadirkan rasa nyeri. Kau bertanya padanya, ke mana menurutnya kau harus menyimpan segalanya agar tak membuat luka? Sebab sampai detik ini kau tak bisa lupa.


Memang sudah begitu lama air mata dan luka-luka menemani setiap malam-malammu. Sedang tak ada yang tahu kalau sebenarnya hatimu berdarah. Selalu senyum ranum yang kauhadiakan untuknya. Hanya semu. Agar dia dan mereka bahagia.


Kau tidak pernah tahu sampai kapan kau hidup di dunia semu. Dunia yang di dalamnya kau harus tersenyum sedang hatimu menangis. Sebenarnya kau lelah.



Lalu, dari semua yang terjadi itu, nyatanya kau masih di sini, berpuluh tahun bukan waktu yang sedikit. Cukup bagimu menangis dalam doa-doa. Menuliskan rasa luka. Setelahnya kau lebih lega. Bagimu, ini jalan yang harus dilalui sebab kau orang yang terpilih.

Cirebon, 21 Oktober 2015

Selasa, 20 Oktober 2015

DIA

Dia begitu lelah. Menatap warna-warna yang tidak lagi meriah. Ya, dia memang lupa bahwa waktu telah menyeretnya menjadi seseorang yang beku. Tidak lagi membara ataupun menyala. Bara dan nyala itu telah padam. Berganti dengan kristal-kristal bening yang menempel di kedua sungai kecil di wajahnya.

Sebenarnya bara dan nyala itu dibutuhkannya untuk melanjutkan hidup. Dia tahu bahwa tak ada yang bisa membuatnya bangkit bila bukan dirinya sendiri. Maka, dia sekuat tenaga bangkit. Menghadirkan percikan api untuk mencairkan bening kristal itu.

Karena dia tahu di bentang luas kehidupan, maka dia masih menunggu setumpuk harapan yang dia gantung pada doa-doa. Selama pagi selalu datang menggantikan malam. Dia percaya selalu ada kesempatan.

Dan di siang yang temaram di sini membuat dia teringat akan cahaya yang dulu menerangi. Ya, cahaya itu memang telah pergi. Namun waktu terus berganti dan dia tak ingin tertinggal dari detik-detik yang berlari. Maka dikumpulkannya pijar-pijar di hatinya hingga terbentuk bola cahaya. Walau mungkin tidak sebesar yang dulu. Baginya yang terpenting terus mencoba.

Cirebon, 21 Oktober 2015

BELUM USAI

Pagi selalu datang dengan aroma mentari
membawa segudang mimpi
tentang harapan yang tersimpan
tentang rindu yang belum usai

ah, Kekasihku yang menggenggam waktu
ijinkan kunikmati segala asa
bahagia ataupun luka
sebab semuanya itu anugrah

ya, di sini
mendedahkan langkah
menyusuri jalan
yang Kaupilih untukku

Cirebon, 20 Oktober 2015

Senin, 12 Oktober 2015

UNGKAPAN

Di dalam sebuah ruang yang kosong kecuali hanya tanaman bunga yang terlihat, kau datang menghampiri. Setiap hari kau menyapa bunga-bunga. mengajaknya bercerita. Kau begitu lembut. Begitu tulus. Tak ada yang tulus, katamu. Hanya pamrihnya yang berbeda. Ya, itulah bedanya dirimu dan orang lain. Aku menerimamu sebagai satu-satunya temanku yang berbeda di sini.

Suatu ketika di sebuah beranda. Aku melihatmu merangkum rindu. Menterjemahkan inginmu dalam deretan kata-kata. Ah, zaman memang sudah berubah. Tak mudah menemukan bunga indah nan segar tanpa pupuk buatan. Namun, ia masih ada. Ia tak akan minta apa-apa kecuali cinta sepenuh jiwa. Maka bila kautemukan ia. Jagalah dengan segenap hatimu sebab cinta murni hanya dimiliki oleh hamba Tuhan yang berhati murni juga. Tanyalah hatimu? Kau akan temukan jawabannya.

TENTANG CINTA

TENTANG CINTA Ini siang yang ceria Tersebab kau dan dia Ada tawa mengalir Dalam hati yang bening Ah, entah berapa malam kuhabiskan dengan air mata Pun entah berapa hari kuhabiskan dengan gelisah Menekuri jalan yang telah dipilih Walau dengan perih hati Sering kudengar kata pepatah Segalanya akan indah karena cinta Mungkin mereka benar adanya Sebab itu soal rasa Yang punya berjuta makna Di sini kutemukan begitu banyak cinta Tidak seperti adam dan hawa Ini hanya kisah tanpa wajah Tapi terasa nyata Teruntuk kau dan dia Tetaplah sebarkan cinta Pada mereka yang memerlukannya. Cirebon, 12 Oktober 2015

Minggu, 04 Oktober 2015

SAAT PEKAT

SAAT PEKAT

Mentari mulai redup tapi tidak pendar di hatiku
Ah, tahukah kau?
Ada yang terasa berat
Meninggalkanmu bersama pekat

Malam selalu merebut bahagia
Tanpa berkata-kata ia membuat aku menunggu
Bertemu denganmu
Sesuatu yang tak tentu

Ah, sayangku, entah apa yang terjadi
Tapi hati tak bisa dustai
Mungkin ini cinta
Atau hanya rasa terlengkapi?
Terlalu dini memberi arti

“Mas sayang Adik,” katamu
Ah, aku takut dengan kata sayang
Tapi aku juga sayang Mas, kataku
Biarlah aku nikmati degup-degup indah ini

Saat malam menyekapku dengan gelisah
Aku akan mengingat
Ada kau yang menguntai doa-doa untukku
Seperti aku


Cirebon, 19 Agustus 2015