Selasa, 22 Desember 2015

MASIH TENTANG KAU

(1)
Kau terdiam. Mengamati lalu lalang orang yang berjalan. Ah, kau begitu gundah. Ada luka yang begitu nganga di dadamu. Entah, apa yang menyebabkan kau begitu menderita. Sedang air mata pun lelah menyapa. 

Di sini kaucoba mengkaji diri. Mencari berjuta sepi tuk menemani. Kau hanyalah buih yang tergulung ombak lautan. Selamatlah engkau bila mengerti dan memahami hakikatnya kau ada di sini. Di dunia ini.

(2)
Untuk air mata yang berkali kautumpahkan yakinlah akan membuatmu semakin tangguh. Tak ada yang sia-sia dari semua penderitaan. Percayalah yang terbaik akan selalu ada untukmu, menemani sampai musim-musim berganti.

(3)
Kau merangkum sepi-sepi untuk menjadi cahaya. Agar hatimu terang. Ya, hanya cara itu yang bisa membuatmu bertahan.

Di kesepian itulah kau merenung, menahan sembilu di hatimu. Meyakinkan dirimu bahwa kau bisa melaluinya, ya, sebab perjalananmu masih panjang.

Masihkah kau menyimpan banyak stok air mata? tanya angin yang nenerpa wajahmu. Kau tergugu, semestinya masih, sebab hanya ialah satu-satunya yang menemanimu menengadah, mengharap pada Pemilikmu. 

Ia pula yang selama ini mendamaikan hatimu di segala aroma luka. Ah, tapi malam ini entah ke mana ia pergi. Mungkin ia tak ingin menemani. Ia ingin kau menyelesaikannya sendiri.

(4)
Semestinya kaupanen bahagia, namun karena kesalahan yang tak kausengaja, maka hampalah segala rasa. 

Ya, kau hanya bisa berpasrah. Apalah hendak dikata bila malam telah berganti menjadi hukuman atas kesalahan. 

Maka, kau tegar-tegarkan hatimu. Memunguti keping-keping bahagia yang tercecer pada bingkai wajah. Sebab kata-kata tak lagi berdaya meluluhkan rasa marah. 

Biarlah kaupaksa hatimu mengerti bila malam ini akan kauhabiskan dengan air mata, itu pun bila ia ada.

(5)
Seseorang pernah berkata padamu bahwa kau tak dilahirkan hanya untuk menderita. Ya, kau juga tahu,  tapi siapa yang mau memanen air mata di segala musim? tak ada orang ingin berada di dalamnya, tapi bagaimana bila kehidupan membawamu ke sana? Kecuali kau menerima dan menikmatinya.

(6)
Tak pernah ada yang lupa kautoreh pada dedahan kata-kata. Selalu saja kauterjemahkan semua rasa. Begitu mudah menemukanmu di setiap hurufnya.

Kau merasa takdir membuatmu harus mengalah, merelakan kebahagiaan berlari menjauhimu. Tak ada yang tahu bagaimana pedihnya hatimu. Tidak juga orang-orang yang katanya mencintaimu. 

Kau masih bertahan, melewati panas dinginnya hari-hari. Berkali jatuh dan bangkit lagi. Sendiri mengumpulkan bayang-bayang untuk kauajak memunguti kenangan. 

Ah, hanya itulah caramu untuk tetap hidup dalam pijar dua hati. Harapmu suatu saat nanti ada yang menyadari bahwa hidupmu berarti.

(7)
Subuh datang dengan sendu meninggalkan malam yang membuat pilu sedang matamu yang enggan terpejam sudah tergenang oleh banjir kesedihan. 

Ah, kau masih saja terjaga mengamati pertanda. Adakah seseorang yang kausayangi memberimu kejutan?

Kau termangu sebab seharusnya kau tahu. Bahwa tak ada harapan yang bisa kautunggu. Kau memang menanamnya tapi tak tumbuh. 

Lihatlah, hatinya membiru. Mungkin dia juga tak bisa sembuh sepertimu.

(8)

Sore yang menjelang di sini membawa aroma luka. Mengajarkan padamu arti kehilangan, kesakitan, dan kesedihan.Ya, setiap kali rasanya tidak sama tapi yang terpenting kau tak terus meratapi.

Esok kau harus kembali menunaikan segala kewajiban, hampir sebulan kau terkurung dalam ketakberdayaan. Cukuplah, usah kautambah. 

Hiduplah untuk dua hati, hanya mereka yang kaupunya. Saat mereka mengerti mereka akan tahu bahwa ibunya bukan wanita biasa.

(9)
Ada cerita usang yang mengetuk ingatan. Menenggelamkan binar matamu dalam lautan. Ah, kau tak ingin hanyut. Maka kaulakukan segala daya tuk sampai ke pantai. Di sana nanti kau dapat rasakan hamparan pasir putih. Rebahlah dan biarkan gelombang laut membawamu.

(10)
Pada malam biasanya kau mengaduh. Pekatnya yang membuatmu luruh. Kau mengeja detik yang terus merangkak. Sedang dirimu masih tetap di sana.  Diam dalam hampar yang sering membuat matamu berkabut. Ya, kau telah memilih. Seharusnya kau tahu hari-hari berikutnya akan hujan. Yang kauperlukan kesabaran dan keikhlasan bermain dengan rinainya. Kau tak akan menggigil karenanya. Yakinkan hatimu. Itu saja.

(11)
Kehilangan selalu saja membuatmu berurai air mata. Entah, ini kehilangan yang ke berapa. Kau selalu menganggap mereka berarti. Menempati bilik-bilik di hatimu. Tak mungkin terlupa, sebab kata-kata akan terasa tanpa makna bila tak ada yang membacanya. 

Maka, kau goreskan kisah mereka, satu per satu dalam lembar-lembar yang kau tata rapi. Saat kau membacanya, ada senyuman dan kenangan mereka menyembul. Membuatmu tersenyum simpul. 

Mereka memang pergi dari pandanganmu, tapi mereka tidak pernah pergi dari hatimu. Tidak akan pernah. Mereka yang hadir sekilas atau yang membuat hari-harimu penuh warna. Mereka telah menjadi bagian hidupmu.

(12)
Kau sering tersekap gundah. Sedang mampumu memintal kata-kata. Entah sudah berapa banyak kaucoreti dinding hatimu agar tak lagi pilu. 

Ah, kau pasti bisa, menenun air mata menjadi kain bermotif bunga. Lalu kauberikan pada sepasang merpati. Agar hangat dan keindahannya membuat senyum ranum di kedua wajah mereka. 

Bukankah hanya itu yang kaubisa?

(13)
Kadang kau perlu menggauli kenangan. Bukan untuk meratapi, tapi untuk membuatmu mengerti. 

Fase hidup yang tidak mudah semestinya menyadarkanmu bahwa kau orang terpilih. 

Semakin banyak duri yang menancapi kakimu semakin membuatmu kuat.

Tak ada lagi rasa perih sebab kau tahu bagaimana caranya mengobati.

(14)
Siang ini mendung, tak apa, asal jangan mendung di hatimu. Hadirkanlah cahaya dari dalam dirimu agar tak redup. Sebab hari-hari berikutnya mungkin hujan. Maka hangatkan dirimu dengan cahaya itu.

(15)
Mari pulang, menuntaskan rindu yang terhalang mimpi. Esok rindu itu akan mendekapmu lagi. Ketika matahari mulai menyembul malu-malu, langkahmu gegas menuju harapan untuk mereka yang kaukasihi. 

Maka ketika senja menjelang matamu berbinar melihat rindumu menemukan muaranya. Dua wajah dengan senyum paling manis di dunia.

(16)
Sudah berapa lama kau berlari? meninggalkan pedih yang menguliti hati. Apakah kau telah lelah hingga kembali pada dekap sia-sia. Mendadak ada yang menderas dalam anganmu. Segala kenang yang kaumulai dari sini. Ah, tak usah menangis. Bersyukurlah bahwa pernah ada bahagia walau sementara.

(17)
Masih ada yang terasa luka bila menatapnya. Sebab indah yang dia beri begitu sempurna. Entah apa yang membuatmu lupa bahwa segalanya hanya fana. Seharusnya kau tersadar. Dari pertemuan itu kau belajar. Dua sisi selalu datang berjajar. Bahagia dan luka. Senang dan kecewa. Lalu bila kini ia tak hendak bersamamu lagi. Pantaskah kau menangisi? semestinya kau tersenyum sebab cintanya dulu begitu ranum.

(18)
Pada detik-detik yang bergerak kau tersentak sebab tak ada lagi hentak. Gairah itu telah padam seiring hatimu yang remuk redam. Ah, Pemilik siang dan malam. Hanya pada-Nya kau mengharap kabar. Entah itu melalui siapa. Namun yang mampu membuatmu menyala dengan binar bahagia.

(19)
Dini hari yang runyam. Kata-kata menjadi senjata. Begitu tajam kadang membuat luka yang dalam. Ah, mungkin memang tak perlu ditanggapi. Sebab tak pernah ada ujung dari perdebatan. Maka mengalah saja. Lebih baik begitu sebab mengalah bukan berarti kalah.







Selasa, 27 Oktober 2015

CARAMU MENDAMAIKAN HATI

(1)
Bila kau diingatkan lagi tentang kesakitan-kesakitan itu membuatmu ingin muntah tapi tak bisa. Suara gemericik air seakan menambah dendang luka di hatimu. Begitu kuat getarannya dan kau merasa semakin samar, tak terlihat, hilang. Bersisa hampa dalam kesepian.

(2)
Bersama hampa itu kau merenung. Mengolah hatimu yang telah membiru. Tidak, kau tak boleh hanyut dalam arus kelukaan itu. Bagaimanapun kau harus tetap ada, terlihat dalam bentuk yang jelas.

(3)
Kau tak boleh memadamkan percikan di hatimu sendiri. Kau membutuhkannya untuk kehidupanmu. Kumpulkan sisa-sisa percikan itu. Lalu, kau akan membuat pijar untuk menerangi dua hati. Ayo lakukanlah, sebab hanya kau yang bisa melakukannya.

(4)
Kau tak boleh lindap. Tidak. Kau selalu mampu mengatasi semuanya sendirian. Aku tahu, kau hanya teringat, setelahnya akan baik-baik saja, tapi bukankah kau hidup dalam dunia itu bertahun-tahun? Ya, seperti biasanya kau akan kembali berpijar setelah menuliskan beberapa rangkaian kata.

(5)
Dan akhirnya sebelum mentari datang, pekat malam sudah mampu menyembuhkan hatimu. Kau hanya butuh jeda untuk berdiam, merenung, menderaskan air mata, menulis, dan rangkaian kata menyembuhkanmu sementara.

TENTANG MALAM

(1)
Ada ruam-ruam perih menggigit hati. Entah, kenapa sedih begitu mudah menghampiri. Saat diri tak lagi bahagia bernaung pada satu tempat. Ke manakah hendak berlari. Sedang kaki masih tertancap pada janji.

Dan lagi akan ke mana kaulabuhkan air mata dua hati, bila tak dalam pelukanmu. Maka, bertahanlah di sana. Bukankah kau telah berjanji bahwa kau akan menyulam bening kristal dari matamu untuk senyum ranum mereka. Bila iya, usah gelisah sebab esok masih akan kembali.


Malam yang menjadi tempat kau rebahkan asa, memberi jeda tuk lupakan semua. Dengan lelap kau akan kembali ceria sebab ada doa-doa yang menjaga.


(2)

Rasanya begitu sulit melupakan. Di bilik hatimu yang manakah kau tempatkan aku? Sedang mengingat segala yang terjadi antara kita membuat aku kesulitan bernapas.

Sedang ini malam yang masih menyisakan gigil. Sedang aku kehilangan hangat sapamu. Ah, mungkin engkau lupa mengirimkannya atau udara tak ingin menyampaikannya?

Setiap kali kauingatkan tentang bayang-bayang itu. Aku terkesiap. Ada yang perih di hati ini. Ah, aku tahu bahwa di sanalah duniaku. Tempat aku harus menyerahkan jiwa dan raga. Namun, aku sudah tidak bisa tapi aku pun tak hendak mencari tempat lain. Mungkin menurutmu aku begitu rumit dan sulit dimengerti. Ya, bisa jadi.


Mendadak dada ini seperti balon yang kelebihan udara, sesak, mual dan entah. Ah, mari tidur saja dan melabuhkan rasa luka pada pekat malam hingga saat mentari datang, luka pun turut hilang.







UNTUK PEREMPUAN

(1)
Seorang perempuan akan ditempatkan pada tempat yang dia buat sendiri. Maka, bila kau ingin dihormati. Hormatilah dirimu sendiri. Lalu, apakah bisa menjadi alasan karena kau tidak bahagia membuatmu merusak rumah tangga orang lain. Dia juga saudaramu bukan sama sepertimu, seorang perempuan juga. Di saat kau membutuhkan seseorang carilah teman paling dekat bila tak ada maka berdoalah karena hanya Tuhan yang pantas kaupercaya. Lalu, bila kau masih tak bahagia, cobalah tuliskan apa yang kaurasa. Cobalah, kau akan lebih tenang. Aku membagi ini karena aku sudah mencobanya.

(2)

Lalu, kesakitan-kesakitan yang kauterima dalam hidupmu tak harus membuatmu menjadi tidak baik, bukan? Maka berhati-hatilah membagi ceritamu. Jangan sampai kau salah memberikan kepercayaan. Seseorang yang kaukenal dari dunia maya tak boleh kaupercaya begitu saja. Tanamkanlah ketidakpercayaan dalam hatimu agar itu menyelamatkanmu dari penipuan dan kesengsaraan selanjutnya. Memang tidak mudah memikul penderitaan sendirian, tapi usahakanlah sebab aku tahu perempuan adalah makhluk yang kuat. lebih kuat dari laki-laki.

(3)

Apapun kondisimu saat ini, tersenyumlah pada orang lain dan sudah berapa banyak orang yang kauberi senyuman pagi ini?

(4)
Kau akan tetap kelihatan seksi tanpa harus menunjukkan milikmu yang berharga. Buatlah laki-laki mengingatmu sebagai seseorang yang seksi dengan kelebihanmu yang lain bukan karena kau tak memakai baju.

TENTANG KITA

(1)
Memang tidak ada apa-apa antara kita. Kalaupun ada sesuatu tentang kita itu hanya perasaan saling peduli. Tidak ada yang lebih. Tapi, aku senang mengenalmu. Aku senang kecerewetanmu karena sudah lama tidak ada yang melakukan itu untukku. Jadi, tetaplah di sini.

(2)
Ada sepotong rindu yang menyelinap pelan di bilik hati Mungkin karena perbincangan yang belum usai entah rasa apa namanya ini tapi aku tersentuh dengan semua peduli katamu, "semalaman aku tak tidur. Memikirkan perasaanku padamu sayang atau simpati ternyata aku menyanyangimu sebatas teman." Tak apa, rasa sayang tak bisa dipaksakan aku mengerti, sebab aku pun tak bisa menerima yang lebih dari itu malam ini, lelaplah dan esok kau terjaga dengan rasa bahagia.

(3)
Entah ini hari ke berapa kita terlibat dalam perbincangan. Katamu, kau bukan orang yang sering mengingat hal-hal seperti itu. Ah, sedang aku seseorang yang sangat menyukai keromantisan, puisi, dan kedetailan. Sesuatu selalu aku abadikan dengan kata-kata. Ah, tak apa, tak sama bukan berarti kita tak bisa menjadi indah. Justru karena berbeda warna lukisan akan terlihat hidup. Sebab katanya persahabatan seperti pelangi.

Minggu, 25 Oktober 2015

SAYANG KALAU DIBUANG PART 3

Puas-puaskanlah kau memandang rembulan sebab esok kau tak akan dapat melihatnya. Perlu jeda untukmu menemukannya kembali. Seperti itu pula cinta. Tak setiap waktu kau dapat mereguk nikmatnya. Kadang hanya bersisa luka-luka. Ada yang tertinggal memang bagaimana dulu dia mengasihimu. Atau bagaimana dulu kau mengasihinya. Mengingatnya saja kadang membuatmu menangis. Namun, hapuslah air matamu sebab selalu ada akhir dari setiap perjalanan. Mulailah perjalananmu yang baru dengan tantangan dan warna yang lebih indah.

Kadang sebagai manusia biasa aku ingin membagi sepotong kesedihan walaupun hanya berupa coretan, tapi tak perlu terlalu lama melakukan itu karena aku percaya bahwa tak akan dibiarkan hanya terjadi musim kemarau saja. Akan ada hujan yang menyegarkan. Yang aromanya dirindukan pepohonan. Sebab itulah sejatinya kehidupan.

Tidak, tidak, aku sedang rapuh saja. Selama ini aku sudah mengorbankan segalanya, tapi ada alasan untukku agar tetap terjaga.

Kekasihku pengatur segalanya, bolehkah aku tidur sangat panjang dan terbangun saat semuanya tidak rumit seperti sekarang?

Lalu, pada hampar luasnya kehidupan ini degan segala warna -warninya. Aku hanyalah setitik buih. Terombang ambing oleh arus. Entah, akan ke mana lagi arus ini membawaku. Walaupun aku lelah namun bila waktuku belum usai aku masih harus menikmatinya. Ya, aku tahu, Kekasihku. Aku hanya bisa mengikuti alurmu. Walau sudah segala daya kulakukan untuk bertahan. Aku mohon jagalah aku agar tetap kuat. Sebab aku lupa bagaimana rasanya bahagia.

Duniaku adalah menulis. Di mana pun aku berada. Mengenal orang baru dengan cerita baru. Ya, kalaupun kini kau hanya mencantumkan aku sebagai seseorang yang bisa menulis. Mungkin itu cukup buatku. Ya, aku tak bisa mengikuti duniamu, kesenanganmu. Mungkin aku ditakdirkan bukan untuk cinta dua manusia lebih kepada cinta yang lebih luas.

Pagi yang masih ditingkahi dengan batuk dan gigil. Aku butuh setumpuk semangat untuk menyelesaikan segalanya. Aku akan menghadirkannya seperti mentari yang tidak pernah lelah menyinari bumi.

Lalu, di langit-langit kamar kau seakan menonton adegan demi adegan, kau kesakitan sebab kau melihat seorang wanita menangis di sudut kamar. Berharap seseorang menolongnya, tapi kau tak bisa melakukan apa pun. Kecuali berdiam.

Malam ini entah malam ke berapa kau tak bisa memejamkan mata. Ada yang begitu riuh di pikiranmu. Namun, kau masih saja ingin menahannya sendirian. Biarlah air mata saja yang menemanimu.

Tak jarang kau membuat orang lain tertawa-tawa, tapi sebenarnya hatimu sendiri sedang luka. Ya, kau hanya tak ingin memperlihatkannya. Cukup hanya orang tetentu yang tahu. Seperi malam ini kau berlari-lari meninggalkan jejaknya walau masih saja ada duri yang menusuk di kakimu.


Sabtu, 24 Oktober 2015

RASA SYUKUR

(1)
Lalu di titik-titik tertentu aku bersyukur, aku dianugerahi kemampuan berimajinasi. Kemampuan menuangkan apa yang aku rasa dan apa yang aku mau. Dengan menulis aku merasa menemukan teman sejati. Teman yang tak bisa mendustai. Teman yang paling mengerti. Yang dengannya aku bisa mengadukan apa saja.

(2)
Menemukan sesuatu hari ini. Semakin mengerti. Semakin menyadari. Ah, saya memang tidak ingin diketahui. Atau mungkin saya juga sulit diraih. Begitu sedikit yang dapat memahami. Itu kenapa saya merasa sepi. Namun, itulah saya. Biar semua orang pergi saya masih tetap di sini menjadi saya yang saya maui.

GELISAH

(1)
Masih saja ada rasa rindu yang mengurungku, sedang waktu terus berlalu. Entah harus ke mana rindu ini berpulang. Sebab aku tahu kau tak akan menerimanya lagi. Jadi, seharusnya aku membuang rindu ini saja. Ah, mungkin aku belum bisa.

(2)
Dan kau sudah menyerahkan rindumu untuk orang lain. Secepat itu. Mungkin seperti itulah kau mencintai. Sedang aku masih saja terhanyut arus gelombang kerinduan ini.

(3)
Entah, apakah aku harus berlari dari masa lalu. Membereskan semua kenangan dan memendamnya di palung hatiku yang terdalam. Kenapa kau begitu tega membuat dada ini begitu sesak. Kemana lagi aku harus menyimpannya? Terlalu banyak luka-luka hingga tak mampu lagi menampungnya.

(5)
Aku memang bukan orang yang bisa begitu saja melupakan. Walau begitu banyak kesakitan yang kuterima. Entah apakah sebenarnya aku masih cinta, atau aku masih belum bisa bangkit dari segalanya.

(6)
Walau begitu banyak yang datang menghampiri tapi cinta bukan seperti itu, menerima siapa saja yang mengetuk hati. Bagiku sangat tidak mudah untuk berpaling darimu.

(7)
Lalu, apa yang aku tuliskan hanyalah bagian dari apa yang ingin kutulis. Tak ada terbersit niatan untuk sesuatu hal yang lain. Sebab aku tahu, aku sudah lelah menyimpan harapan. Terlalu banyak kehilangan-kehilangan dan mungkin aku tak sanggup lagi kehilangan.

(8)
Aku hanya punya ketulusan dan hati sedang hati ini telah lama beku. Tak lagi menyala dan menggelora. Entah harus bagaimana aku hadirkan percikannya. Sebab aku tahu seharusnya tak ada tempat lagi untuk itu.

(9)
Kita tidak pernah tahu ke mana arus kehidupan membawa kita. Dan di perjalanan yang panjang itu kita sering bertemu dengan orang-orang yang mungkin hanya sekadar lewat atau orang-orang yang akan berarti dan meninggalkan kenangan.

(10)
Ini sudah dini hari. Ada banyak kisah yang kutemui di sini. Ada begitu banyak pengorbanan yang mesti ditempuh untuk suatu harapan. Ya, kita hanya menjalani. Pahit ataupun manis. Namun, percayalah bahwa Allah selalu menciptakan segala sesuatu berpasangan.

(11)
Kekasihku pemilik alam semesta. Kadang aku menangisi jalan yang kaupilihkan untukku. Kadang aku mensyukuri aku masih bertahan d jalan ini. Kadang aku kosong dan hampa. Kadang aku hancur dan patah. Namun, aku tahu itu yang terbaik buatku.

(12)
Berjibaku dengan kesibukan. Walau badan ini terus mengaduh. Sedang pagi sudah mulai lenyap berganti siang yang garang. Kau yang jauh dari jangkauan. Entah siapa. Sebab aku tidak tahu harus ke mana melabuhkan rindu ini. Apakah kau juga sedang rindu?

(13)
Terpaksa mengalah sebab badan sudah minta ditidurkan. Ah, saat seperti ini betapa rindu kasih sayang. Engkau yang tersimpan dalam ingatan tak pernah lagi memberi kabar. Bahkan ketika itu kaubiarkan aku menanti. Hingga akhirnya engkau pergi. Sedang dia yang dekat tapi terasa ada sekat. Entah, haruskah kulalui sakit ini sendiri lagi? Sedang sekarang aku mulai merasa melayang terbang, dan begitu ringan. Atau mungkin ini sudah waktuku?

KANGEN BAPAK IBU


Malam sudah hampir usai. Sedang aku masih berdiam. Menidurkan badanku yang mengaduh di sofa coklat. Bayang-bayang masa lalu berkejaran di kepala. Raut dua orang yang paling kusayangi saat ini melintas. Lalu Ada dua wajah yang memantul. Wajah yang lama tak kulihat bertahun-tahun. Dulu, salah satu dari pemilik wajah itu selalu mendekapku erat bila aku sakit. Memijiti badanku sampai aku terlelap. Ah, sementara pemilik wajah yang satunya memberiku permen agar mulutku tidak pahit. Aku selalu mengigau karena suhu tubuhku yang panas. Itu memori yang tak akan pernah terulang. Namun, malam ini tiba-tiba menggenangi ingatanku. Menyeretku dalam kesedihan mendalam. menghanyutkan aku dalam banjir air mata. Pak, Bu, aku kangen kalian.

Cirebon, 22 Oktober 2015

EPISODE TENTANGMU

Pagi ini terasa senyap walau begitu riuh di halaman. Mungkin saja karena aku tak lagi merasakan riuh di hatiku.


Hari ini 12 tahun yang lalu aku merasakan begitu gemuruh. Aku bersiap menjadi wanita yang paling bahagia sebab esok kita akan mengikat janji suci. Aku rindu diriku yang dulu. Yang begitu bahagia bersamamu. Sekarang kenapa aku selalu menangis bila mengingat itu? Mungkinkah semua perasaanku padamu akan kembali seperti semula, tolong beritahu aku bagaimana caranya?

Kau yang membuat aku begini. Dan menyakitkan ketika aku tahu semuanya terkikis pelan-pelan. Aku harus bagaimana? Coba jelaskan padaku. Hari ini aku benar-benar luka.

Aku merasa begitu perih menyadari semuanya tidak baik-baik saja. Ah, bahkan aku tidak tahu sampai kapan aku mampu menghadapi semua ini. Kau satu-satunya orang yang pernah begitu aku cintai. Seandainya aku bisa kembali seperti dulu. Seperti waktu dimana aku terima kesakitan-kesakitan darimu tanpa perasaan luka. Mungkin aku sudah lelah.

Tahukah kau, Sayang, kau saja tidak bisa membuat aku merasa dicintai. Kalau kau saja tidak mampu lalu bagaimana dengan orang lain? Ah, wajahku sudah tenggelam di lautan air mata sekarang.

SAYANG KALAU DIBUANG PART 2

(1)
Mungkin benar kau sudah tidak menginginkan aku lagi, tapi bisakah kau menjelaskan sesuatu? Sangat ironis rasanya. Aku masih saja menunggumu, mengharap kau kembali seperti dulu. Sedang kau sama sekali tak menghiraukan aku. Kadang aku lelah dengan cinta ini. Namun, mungkin seperti inilah cara untuk tetap mencintaimu, tapi aku mulai bertanya, apakah kau juga masih mencintaiku seperti dulu?

(2)

Sudah berlembar-lembar kertas kutulis kisah tentangmu. Sudah berapa banyak puisi yang kucipta untukmu. Namun, waktu memang tidak pernah kembali. Aku tahu, jadi, biarlah kudedahkan rasa pada kata-kata.

(3)

Banyak wanita yang menjadi tidak baik karena rumah tangganya tidak bahagia, tapi kembali lagi, berusahalah tetap menjadi baik. Sebab ibu adalah cermin anak-anaknya. Langkah seorang ibu bukan terhalang oleh anak-anaknya, tapi langkahnya menjadi salah satu penentu hidup anak-anaknya selanjutnya. Owh, jadi berhati-hatilah. Walaupun pedih perih usahakanlah tetap bahagia di depan anak-anak. Memang tidak mudah, tapi segalanya bisa kalau mau berusaha.

(4)

Kenapa aku suka membaca atau mendengar curhatan wanita-wanita. Karena aku ingin bisa meringankan sedikit beban mereka. Sebab aku tahu bagaimana rasanya terluka tanpa bisa mengaduh pada siapa pun. Hanya bisa berlinang air mata ketika berdoa.

(5)

Pernahkah kau merasakan dadamu sesak? Seperti balon yang kelebihan udara? Ah, rasanya akan pecah. Penuh.

Lalu pernahkah kau diserang rasa sepi dan perasaan sendiri. Perasaan sedih karena tak ada seorang pun yang mengerti? Ah, setiap kali kau percaya pada seseorang untuk berbagi kisahmu, saat itu pula kau merasa bersalah telah menceritakan hal yang seharusnya tak kauceritakan. Dan itu menyakitimu?



Jumat, 23 Oktober 2015

SEPENGGAL CERITA

"Aku sangat mencintaimu, Fa, kenapa kau tidak pernah percaya?" tanyamu suatu hari ketika masih saja aku mengatakan kalau aku tak percaya kau mencintaiku. Ya, bagaimana aku bisa percaya sebab nyatanya laki-laki yang aku tahu hanya menyakiti hati pasangannya. Beberapa kali cerita yang sama kudengar. "Lebih baik aku mencintai Allah saja, cukup rasanya, lebih baik kita berteman saja" jawabku. Kau menghilang setelah komunikasi yang terakhir itu. Aku mencarimu. Mungkin karena aku terbiasa cerita banyak hal padamu. Aku sempat menangis. Menyadari aku kehilanganmu. Namun, segala yang sudah diputuskan, tak akan mungkin bisa ditarik ulang. Kini, aku tahu kau memang bukan yang terbaik buatku sebab bila kau peduli kau tak akan menuntut apa pun dariku.

.....

SAYANG KALAU DIBUANG

(1)
Dari sekian banyak perempuan yang kehilangan kasih sayang, aku melihat mereka menjadi pribadi yang menyedihkan. Memasang foto dengan belahan dadanya ke mana-mana. Menulis status mengemis cinta ke mana-mana. Ah, itu wujud refleksi kekecewaan. Namun, haruskah kita merusak harga diri seperti itu. Sebenarnya kaum kita adalah kaum yang lebih mulia dari laki-laki. Letakkanlah posisi kita pada kemuliaan itu.

(2)
Ini malam yang penuh aroma kesedihan, tapi baiknya kau abaikan saja. Isi waktumu dengan hal-hal yang berguna. Bukankah tak ada yang sia-sia dari setiap kejadian?

(3)
Ada begitu banyak cara untuk menenangkan hati: berdoa, mendengarkan lagu yang disukai, dan menulis. Setelah melakukan ketiganya. Semua menjadi baik-baik saja. Alhamdulillah :)

(4)
Saat kau membiarkan aku bebas mungkin aku akan lebih mudah melangkah, tapi saat kau masih mengikatku seperti ini tanpa memberikan penjelasan apapun sama saja kau menguburku dalam lubang kesedihan yang begitu dalam. Setiap kali aku berikrar dalam hati bahwa hidupku untuk anak-anakku saja. Mungkin aku belum berhasil saat ini. Menikmati hidup yang memang seharusnya. Suatu saat aku ingin menjadi orang yang berhati luas, memberi dan memberi saja.

(5)
Yang paling aku benci dari diriku adalah saat dimana aku teringat dirimu, merindukanmu dan menangisi akhir dari hubungan kita. Aku ingin sekali berlari meninggalkan semuanya tentangmu. Sebab aku tahu tak akan pernah bisa diulang, mungkin saja saat ini aku belum bisa, tapi aku yakin akan bisa melakukannya nanti.

(6)
Kemarin aku sudah mengemasi rindu, lalu apakah aku harus membuang rindu itu atau menyimpannya dan setiap membukanya kembali ada yang terasa perih? Kau tak akan bisa menjawabnya kan? Atau mungkin tidak ingin menjawab seab kau telah sibuk dengan kehidupanmu yang baru.

(7)
Malam ini terasa begitu bisu. Namun, ada gemuruh di dada dan pikiranku. Entah, apa lagi yang hendak kutuliskan, mungkin hanya bait-bait doa yang kukirim untukmu. Semoga kau baik-baik saja.

(8)
Saatnya pulang. Mengemasi barang-barang juga mengemasi rindu yang bercecer di sepanjang jalan kenangan aku dan kamu.

(9)
Sekuat apa pun kadang kita merasa rapuh karena kita manusia biasa yang penuh dengan emosi. Tidak ada yang abadi bukan? Mungkin seperti orang-orang di sekelilingmu yang meninggalkan. Namun, hanya dirimu sendiri yang bisa membuatmu bangkit. Tak perlu meratapi terlalu lama sebab waktu tak pernah menunggumu.

(10)
Siang ini aku membisu. Mengingatmu. Menyenandungkan namamu. Selalu jaga aku dari kejahatan yang tampat atau pun tidak.

(11)
Menulis itu dunia kreasi, walaupun hanya menulis status. Tidak serta merta si penulis bisa dituding seperti yang ditulisnya, belum tentu orangnya seperti itu bisa jadi hanya imajinasinya yang begitu :)

(12)
Di heningnya malam-malammu, engkau sering merenung, mengkaji diri. Ibarat menonton film dengan peran utama dirimu sendiri. Sementara di luar pohon-pohon juga tertidur, tak ada gemerisik angin. Terasa syahdu. Kau hanya manusia biasa dan sesama manusia tak berhak menilai manusia lain tidak baik. Kau hanya berusaha tak menyakiti siapa pun. Kalaupun kau marah itu karena dimulai. Kau tidak pernah meninggalkan. Jadi siapa pun yang telah pergi kau belajar darinya dan semakin hati-hati. Kau wajib berterima kasih karena kau dapat pengalaman baru.

(13)
Laki-laki begitu mudah menyatakan sayang dan cinta, tapi begitu sulit mempertahankan sayang dan cinta.

Kamis, 22 Oktober 2015

KAU DAN CERITAMU

Sering kau berlari mengejar mimpi-mimpi walau ada begitu banyak bayang-bayang mengikutimu. Kau sering ketakutan atau terpojok pada ruang sepi. Ruang yang kau ciptakan sendiri sebab kau tahu tak ada keramaian yang membuatmu merasa nyaman. Padahal sejatinya manusia membutuhkan ruang yang membuatnya nyaman untuk bebas berekspresi. Itu kenapa kau lelah sebab tak ada tempat untukmu berdiam. Tidak yang riuh atau sunyi.

Entah sudah berapa malam kenangan tentangnya menyusup di kepalamu. Mengetuk dinding hati. Menghadirkan rasa nyeri. Kau bertanya padanya, ke mana menurutnya kau harus menyimpan segalanya agar tak membuat luka? Sebab sampai detik ini kau tak bisa lupa.


Memang sudah begitu lama air mata dan luka-luka menemani setiap malam-malammu. Sedang tak ada yang tahu kalau sebenarnya hatimu berdarah. Selalu senyum ranum yang kauhadiakan untuknya. Hanya semu. Agar dia dan mereka bahagia.


Kau tidak pernah tahu sampai kapan kau hidup di dunia semu. Dunia yang di dalamnya kau harus tersenyum sedang hatimu menangis. Sebenarnya kau lelah.



Lalu, dari semua yang terjadi itu, nyatanya kau masih di sini, berpuluh tahun bukan waktu yang sedikit. Cukup bagimu menangis dalam doa-doa. Menuliskan rasa luka. Setelahnya kau lebih lega. Bagimu, ini jalan yang harus dilalui sebab kau orang yang terpilih.

Cirebon, 21 Oktober 2015

Selasa, 20 Oktober 2015

DIA

Dia begitu lelah. Menatap warna-warna yang tidak lagi meriah. Ya, dia memang lupa bahwa waktu telah menyeretnya menjadi seseorang yang beku. Tidak lagi membara ataupun menyala. Bara dan nyala itu telah padam. Berganti dengan kristal-kristal bening yang menempel di kedua sungai kecil di wajahnya.

Sebenarnya bara dan nyala itu dibutuhkannya untuk melanjutkan hidup. Dia tahu bahwa tak ada yang bisa membuatnya bangkit bila bukan dirinya sendiri. Maka, dia sekuat tenaga bangkit. Menghadirkan percikan api untuk mencairkan bening kristal itu.

Karena dia tahu di bentang luas kehidupan, maka dia masih menunggu setumpuk harapan yang dia gantung pada doa-doa. Selama pagi selalu datang menggantikan malam. Dia percaya selalu ada kesempatan.

Dan di siang yang temaram di sini membuat dia teringat akan cahaya yang dulu menerangi. Ya, cahaya itu memang telah pergi. Namun waktu terus berganti dan dia tak ingin tertinggal dari detik-detik yang berlari. Maka dikumpulkannya pijar-pijar di hatinya hingga terbentuk bola cahaya. Walau mungkin tidak sebesar yang dulu. Baginya yang terpenting terus mencoba.

Cirebon, 21 Oktober 2015

BELUM USAI

Pagi selalu datang dengan aroma mentari
membawa segudang mimpi
tentang harapan yang tersimpan
tentang rindu yang belum usai

ah, Kekasihku yang menggenggam waktu
ijinkan kunikmati segala asa
bahagia ataupun luka
sebab semuanya itu anugrah

ya, di sini
mendedahkan langkah
menyusuri jalan
yang Kaupilih untukku

Cirebon, 20 Oktober 2015

Senin, 12 Oktober 2015

UNGKAPAN

Di dalam sebuah ruang yang kosong kecuali hanya tanaman bunga yang terlihat, kau datang menghampiri. Setiap hari kau menyapa bunga-bunga. mengajaknya bercerita. Kau begitu lembut. Begitu tulus. Tak ada yang tulus, katamu. Hanya pamrihnya yang berbeda. Ya, itulah bedanya dirimu dan orang lain. Aku menerimamu sebagai satu-satunya temanku yang berbeda di sini.

Suatu ketika di sebuah beranda. Aku melihatmu merangkum rindu. Menterjemahkan inginmu dalam deretan kata-kata. Ah, zaman memang sudah berubah. Tak mudah menemukan bunga indah nan segar tanpa pupuk buatan. Namun, ia masih ada. Ia tak akan minta apa-apa kecuali cinta sepenuh jiwa. Maka bila kautemukan ia. Jagalah dengan segenap hatimu sebab cinta murni hanya dimiliki oleh hamba Tuhan yang berhati murni juga. Tanyalah hatimu? Kau akan temukan jawabannya.

TENTANG CINTA

TENTANG CINTA Ini siang yang ceria Tersebab kau dan dia Ada tawa mengalir Dalam hati yang bening Ah, entah berapa malam kuhabiskan dengan air mata Pun entah berapa hari kuhabiskan dengan gelisah Menekuri jalan yang telah dipilih Walau dengan perih hati Sering kudengar kata pepatah Segalanya akan indah karena cinta Mungkin mereka benar adanya Sebab itu soal rasa Yang punya berjuta makna Di sini kutemukan begitu banyak cinta Tidak seperti adam dan hawa Ini hanya kisah tanpa wajah Tapi terasa nyata Teruntuk kau dan dia Tetaplah sebarkan cinta Pada mereka yang memerlukannya. Cirebon, 12 Oktober 2015

Minggu, 04 Oktober 2015

SAAT PEKAT

SAAT PEKAT

Mentari mulai redup tapi tidak pendar di hatiku
Ah, tahukah kau?
Ada yang terasa berat
Meninggalkanmu bersama pekat

Malam selalu merebut bahagia
Tanpa berkata-kata ia membuat aku menunggu
Bertemu denganmu
Sesuatu yang tak tentu

Ah, sayangku, entah apa yang terjadi
Tapi hati tak bisa dustai
Mungkin ini cinta
Atau hanya rasa terlengkapi?
Terlalu dini memberi arti

“Mas sayang Adik,” katamu
Ah, aku takut dengan kata sayang
Tapi aku juga sayang Mas, kataku
Biarlah aku nikmati degup-degup indah ini

Saat malam menyekapku dengan gelisah
Aku akan mengingat
Ada kau yang menguntai doa-doa untukku
Seperti aku


Cirebon, 19 Agustus 2015

Rabu, 30 September 2015

TULISAN YANG KATANYA SEDIKIT NAKAL

(1) 

Aroma sabun yang menyeruak selalu mengingatkan aku ketika kita mandi berdua. Ah, sayang, begitu tak terlupa. Saat kau menyentuh dan membelai setiap inci tubuhku. Kau begitu sabar memandikan aku. Sementara ketika kau membersihkan punggungku. Aku memelukmu erat.

(2)

Suatu ketika kita pernah berdua di sebuah kamar dengan tempat tidur bersprei putih. Wangi aroma parfum essens menyeruak, harum pewangi sebuah produk. Aku mengenalnya. Kau menatapku lekat. Lalu meremas jemariku dan menciumnya. Begitu lembut. Kurasakan hangat bibirmu menciptakan hentakan-hentakan ke dadaku melalui aliran darah. Ah, aku menikmati detik demi detik. Sedang di luar gerimis mengetuk-ngetuk jendela seakan ingin tahu apa yang kita lakukan. Bersambung

Minggu, 27 September 2015

GADO-GADO

Ada beberapa orang yang menikmati status-status saya di sebuah media sosial dan mereka menyarankan agar dikumpulkan dan dijadikan sebuah buku. Hahaha, amin, amin, tapi sementara ini biarkanlah saya kumpulkan di sini: 

Kamu menikmati degub-degub di dadamu. Perasaan yang mengaduk-aduk emosi. Ujung bibirmu melebar, melengkung dengan bentuk yang menarik mata yang memandang ketika seseorang menyapamu. Kamu manis, pujian yang selalu kau dengar dari seseorang di sekelilingmu. Hanya saja mereka tidak tahu ada begitu banyak luka yang kausimpan.

Mungkin seperti inilah cara yang Allah berikan untuk melupakan semuanya pelan-pelan. Selalu ada hal yang bisa dipelajari dari setiap hal, setiap orang, setiap kejadian.

Ini pagi yang nuansanya muram. Namun, apakah kau akan menghabiskan hari-hari dengan air mata. Sebab segalanya tak akan menunggumu. Semangatlah dan berbahagialah. Syukuri nikmat Tuhan yang kauterima. Yang pergi biarkan pergi. Aku tahu kau juga tak akan tega menolak saat dia ingin kembali. Jadi, tersenyumlah dan hitung sudah berapa banyak orang yang kauberi senyuman pagi ini.

Suatu ketika kau sering mengirimkan bait-bait puisi ke inbox ku. Ya, aku senang membacanya, tapi hanya ucapan terima kasih yang bisa kuberi. Sampai akhirnya kau mulai lindap dan hilang. Jujur aku kehilangan puisi-puisimu. Namun, aku tahu, cara itu yang terbaik untukmu. Semoga kau bahagia.

Ya, aku memang sudah lama di sini, di tempat dulu kau menemaniku mengukir pelangi sampai akhirnya kau lelah dan pergi, tapi dari sekian orang yang aku kenal kau memberi banyak pelajaran. 
Aku tak menyesal mengenalmu, maaf bila aku tak pernah bisa menemuimu. Untuk seseorang di Yokyakarta.

Dan lagi sayup-sayup kudengar kabarmu. Aku tahu kau masih sendiri. Bahkan kau sekali waktu mencari informasi dari Fe, temanku. Mungkin lebih baik kita terhalang bisu sebab kita tak dibolehkan merasakan gemuruh.

Bagimana aku bisa lupa wangi tubuhmu yang dulu selalu menghangatkan tubuhku. Kau yang pertama dan aku masih di sini tak hendak mencari yang lainnya. Sepahit apa pun, aku akan selalu menjaga kenangan itu tetap ada. Entah akan seperti apa perjalanan hidup kita dan seberapa banyak godaannya. Atau mungkin aku masih harus hanyut di lautan air mata. Harapan seorang wanita.

Lalu hubungan seperti apa yang hendak kaujalin dengan seorang wanita yang statusnya masih menikah? Mungkin hanya hubungan sementara atau hanya main-main saja. Ah, sebaiknya jauhi sajalah. Kau akan terluka.

Entah apa yang akan terjadi esok hari, tapi saat embun pagi mencumbu dedaunan saat itu kuharap kau datang mengecup bibirku hangat.

Ketika engkau memilih pergi bagaimana aku bisa menahanmu? sebab aku tahu tak ada yang bisa aku janjikan. Selamat tinggal. Aku akan selalu mendoakan untuk kebaikanmu.

Seringkali kau menunggu kantor sepi. Setelahnya kau akan puas menangis dan pulang ke rumah dengan senyum manis seperti tak terjadi apa-apa agar anak-anakmu tak tahu kalau kau baru saja menangis dan mereka tak harus bertanya kau menangis kenapa.

Takbir yang berkumandang membuat air matamu meleleh. Ah, sedang apa dia di sana? Salahkan bila aku mengingatnya, hanya mengingat segala kebaikannya telah menyediakan mata untuk membaca keluh kesahku bertahun-tahun dan telinganya untuk mendengar tangisanku. Apakah itu dosa Tuhan? menyimpan kenangan itu di hatiku. Sebab untuk bertemu pun aku tidak mampu. Tolong jaga dia.

Janganlah menangis untuk orang yang tidak pantas ditangisi, tapi menangislah untuk hal yang memang pantas. Siapa pun yang sudah pergi sebaik apa pun berarti bukan yang terbaik untukmu. Saat ini yang masih di sampingmu itu yang terbaik. Semoga kau bisa lebih ikhlas. Seperti makna dari Idul Adha. Tersenyumlah.

Ini malam yang begitu sepi bahkan gema suara takbir telah terhenti. Namun, ada yang begitu riuh di dada dan pikiranku. Tentang segala hal yang telah terjadi, ya, tapi merenungkan dan mengkaji diri membuat sesak sedikit berkurang.

Setelah seharian ini dijejali dengan segala kesibukan, kau masih saja mengingatnya, menangis adalah ritual yang tidak pernah terlewat. Entah, kau tak ingin melakukannya, tapi air matamu menetes begitu saja. Mengapa harus begini akhirnya?

Mungkin karena kau terlalu tertutup. Kau butuh orang lain untuk bercerita atau mungkin dengan menulis kau akan merasa tenang.

Kau hanya bisa menatapnya kini, menyapanya pun kau merasa tak mungkin lagi. Ya, dia sudah mengundurkan diri dari hidupmu untuk selamanya. Mengapa kau masih memikirkannya?

Aku tahu begitu banyak kenangan antara kau dan dia. Wangi tubuhnya, pelukan hangatnya, bagaimana bibirnya mencumbumu, bagaimana kau mendesah karenanya. Ya, itu terjadi saat hubungan kalian masih baik-baik saja. Namun, dia sudah pergi, walau ada yang tertinggal di dirimu, coba lupakanlah.

Aku masih ingat ketika kau ke rumahku setelah kita lama tak ketemu. Waktu itu gerimis, kau cerita sembari menangis, kau tidak bahagia, ah, aku sedih melihatmu, lalu tiba-tiba matamu berbinar, bibirmu yang tipis berucap, "aku ke sini mau ketemu sama dia juga, Mbak." Ah, waktu itu, aku kehilangan kata sebab beberapa menit kemudian kau pamit, berjingkat dengan hak tinggimu di antara jalanan yang sedikit becek. Aku belakangan tahu, kau rela melakukannya karena kau mencintainya sedang aku, masih saja di tempat yang sama bertahun-tahun.

Namun, aku kini tahu petualangan cintamu semakin membuatmu luka. Ah, Adikku. Semoga suatu saat kau bertemu dengan cinta sejatimu. Kalau aku biarlah tetap di sini saja.
Kau tidak sendirian di dunia ini, asal kau buka hatimu, lakukan segalanya dengan ketulusan, semesta akan mendukungmu

Dulu di komunitas menulis aku sering dipanggil Bunda. Mereka anak-anakku yang masih kuliah dan sekolah. Aku kangen kalian anak-anakku. Bunda kalian yang sekarang bukanlah Bunda kalian yang dulu. Semoga kalian tahu Bunda punya alasan meninggalkan kalian. Bukan karena tidak sayang. Bunda masih memantau kalian dari jauh dengan diam-diam.

Ketika ada seseorang yang bilang kalau dia cemburu padamu. Kau hanya bisa meminta maaf telah membuatnya cemburu sebab kau tidak pernah bermaksud seperti itu. Kalau dia menjauh karena itu. Kau pun tak bisa berbuat apa-apa. Sebab kau tak pernah berniat menyakitinya atau siapa pun.

Malam telah merayapi dinding waktu, tak ada rangkaian diksi yang mampu kutulis di sini, mungkin hanya ucapan rasa syukur karena masih sehat walau dengan begitu banyak aktivitas. Sebab kadang ada yang datang membuat aku susah bergerak. Ah, apa kabar teman-teman? Masihkah kalian semangat? Masihkah kalian percaya bahwa selalu ada bahagia setelah luka? Semoga saja masih ya? Sepertiku yang selalu percaya bahwa Tuhan tidak membiarkanku benar-benar patah.

Selalu ada jalan membuatmu bertemu dengan seseorang. Itulah kehidupan, kadang kau dibiarkan mengenal orang-orang yang membuatmu luka, tapi pasti ada bahagia juga sebelum luka itu. Sebab bagaimana bisa kau membiarkan dia membuatmu terluka bila dia bukan orang yang pernah membuatmu bahagia? Coba tanya hatimu.

Jadi karena luka dan bahagia selalu beriringan maka nikmati saja. :) akan ada akhir dari segalanya. Percayalah!

Dini hari yang bisu, ah, kadang karena cinta kau rela melakukan hal yang tak terduga. Tetap mengirim pesan setiap hari walau dia tidak membalasnya. Namun, hanya itu cara yang bisa kaulakukan. Caramu mencintainya.

Mungkin kau merasa orang yang tidak bahagia, tapi kau mencoba menikmati sebab kau tahu hidup bukan tentang memenuhi semua keinginanmu tapi bagaimana kau bisa bahagia dengan apa yang kau punya saat ini.

Kau pernah kepakkan sayapku melintasi gunung, pantai, laut, dan samudra. Kau membuat aku terbang melayang ah, aku kehilangan sayapku tak lag bisa melintasi laut biru tahukah kau, Kekasih? Pendar di hatiku masih menyala membakar sendi-sendi di tubuhku meninggalkan luka yang kadang tak kurasa aku rindu dirimu yang dulu sungguh. 

Mengennagmu serupa dengan mengundang banjir di wajahku. Aku terhanyut oleh arus yang membuat susah bernapas. Namun, ini bagian yang tertinggal darimu. Itu kenapa aku ta pernah membuangnya. Seiring waktu yang terus melaju seiring itu pula kusimpan kau dan segala tentangmu. Di sini di ruang hati yang menjadi milikmu.

Ketika embun mencumbu daun-daun, aku bergumul dengan kenanganmu. Bersetubuh dengan sepi. Menikmati perih. Perih yang menjadi bulir-bulir di pipi. Mengalir perlahan, ah terasa hangat.
Ijinkanlah aku tetap mencintai dan menyanyangimu.

Sehabis mandi seperti ini, saat aroma wangi menguar dari lekuk-lekuk tubuhku, aku membayangkan kau memelukmu erat, mengecup keningku hangat. Setelah itu, mungkin kau tahu kelanjutannya. Aku tak perlu menuliskan.

Cinta tak pernah bisa diminta, tidak pernah bisa memilih kepada siapa akan diberikan, cinta adalah perasaan yang kadang tetap ada walau harus penuh air mata.

Walau penuh air mata, cinta selalu saja enggan pergi sebab mencintai semestinya tidak akan berubah hanya karena situasi atau pun hal lainnya. Saatnya cinta akan pergi dengan sendirinya tapi setelah melalui perjuangan-perjuangan yang sangat tidak mudah. Itu menurutku, itu caraku mencintai.

Dan dari sekian banyak cinta yang ditawarkan untukmu. Kau tak menerimanya sebab sebagai kekasih kau tak pantas membagi-bagikan cintamu. Namun, sebagai manusia kau wajib mencintai semua ciptaan-Nya, bukan hanya sesama manusia tetapi juga makhluk lainnya.

Kau menghapus air mata di pipimu. Kau memang lelah. Sampai kapan semua ini akan berakhir. Berkali kau bangkit. Berkali kau disakiti. 12 tahun sudah. Apa karena kau masih saja bertahan membuat dia tak sedikit pun menghargaimu? Ah, jangan lakukan hal bodoh itu. Percayalah Tuhan tidak pernah tidur. Tuhan tidak akan menguji orang yang tidak mampu menghadapinya. Kau orang pilihan. Abaikan saja. Yang terpenting dua buah hatimu. Abaikan sakit hatimu.

Aku menyebutmu penyeimbangku. Aku selalu berdoa untuk kebaikanmu. Tanpa kau minta pun aku selalu melakukannya. Sebab kau dan aku berada di frekwensi yang sama. Maaf kalau aku mencuri kalimatmu.

Kadang karena hancur dan patah, kita begitu mudah percaya orang lain, tapi kadang karena terlalu sering merasakan luka membuat kita ragu untuk percaya orang lain. Namun, satu yang pasti kita membutuhkan orang lain. Jadi, jangan simpan segalanya sendirian, aku cuma takut kau tidak kuat menghadapinya. Keluarkan beban yang menggunung di dadamu. Biarkan udara memasuki rongga-rongganya.

Jarak tidak menjadi penghalang untuk terikat secara emosional. Yang jauh terasa dekat, tapi yang dekat terasa jauh. Semua itu hanya terletak pada komunikasi. Bagaimana denganmu dan pasanganmu? Sudahkah berkomunikasi?

Kau memang tak biasa menulis tentang binar-binar bahagia. Rasanya begitu hambar mungkin karena kau lupa bagaimana rasa bahagia itu. Ah, tapi, seharusnya kau bisa sebab selalu ada dua sisi yang beriringan dalam hidup ini.

Aku kangen kamu yang menyala-nyala seperti dulu.

Malam ini ijinkan aku mendekapmu erat. Belailah rambutku sampai aku terlelap. Setelah lelap, kecuplah keningku dan teruslah dekap aku. Biar kurasakan kedamaian karena hangatmu.

Dari malam tadi tidur gak bisa nyenyak, kebangun lagi, kebangun lagi. Dan yang menyakitkan pagi ini kebangun dengan perasaan luka. Entah apa penyebabnya. Bahkan terasa begitu sesak.

Ah, tak baik juga mengharapkan orang lain untuk mencintaimu. Saat ini mungkin kau butuh waktu untuk dirimu sendiri. Namun, untuk itu pun kau tidak bisa. Begitu banyak tanggungjawab yang sudah menantimu. Menangislah bila kau ingin menangis. Jangan pernah merasa lelah sebab hidup adalah anugrah.