Rabu, 09 Januari 2013

DEMI MASA DEPAN YANG TAK BIASA


DEMI MASA DEPAN YANG TAK BIASA

PUISI INI JUGA TELAH MASUK DI LINK INI:
http://www.bengkelpuisi.net/menning-alamsyah.html

kudekap pagi dengan resah
mengasah lara yang menghujam dada
adakah secuil aroma bahagia
tersuguh di meja siang 
yang kautitipkan lewat kata

mungkin tak kauraba
sudut hatiku yang berdarah
mengaliri sendi-sendi semangat
di sekujur tubuh rapuh
yang tersirat ketegaran

ah, sudahlah
harus kuhalau segala nestapa
tak ada guna
mengharap pada angin 
yang tak lagi desau

di sini, kuuntai asa
mengarungi segala lupa
cerita masa lalu
tuk masa depan
yang tak biasa

 Cirebon, 28 November 2012

ADA TAPI TIADA

ADA TAPI TAK ADA


aku masih mendekapmu
dalam angan dan imajinasi
bayangmu juga sesekali melintas
menghadirkan perih sileti hati

apakah kau mengerti?
jejak kita di lembar hari
telah hadirkan kenangan
tentang canda tawa

ya, canda tawa  
yang terukir di bawah pohon mangga
lambaian daunnya menjadi saksi
kala kita reguk senyum rekah

ah, semua sudah hilang rupanya
kini, tak kutemukan dirimu yang dulu
kau telah berubah karena rasa cintamu padanya
jauh lebih besar dari cintamu padaku

sahabat, di antara sedikit tatap pandangmu
doaku, kau bahagia dengan pilihan hatimu
hadirmu yang tak nyata itu
buatku mereguk pilu

maaf! ada bercak hitam tentangmu
sebabkan aku mengganggap
kau ada, tapi tiada

Cirebon, 12 Desember 2012

Selasa, 08 Januari 2013

KAU YANG SELALU MENEMANI

KAU YANG SELALU MENEMANI

mengenalmu dalam perih hati
lalu kau menyapaku dalam setiap detak nadi
menghentak inginku yang tersembunyi

melewati jalan berduri
nyatanya kau masih terpilih
mengisi tawa dan sedih

walau sudah berkali
coba kuhalau hadirmu
benamkanmu di dasar lupa

kau tetap hampiri
dengan senyum penuh arti
hingga aku terus mencari

sebenarnya, kan ke mana aku
kau bawa pergi?

Cirebon, 10 Desember 2012

Puisi di Media Online


puisi ini juga telah dimuat Radar seni di : http://radarseni.com/2013/01/06/puisi-menning-alamsyah-2/


KAU DAN AKU MASIH BERSAMA DEMI MEREKA UNTUK SENYUM REKAHNYA DAN UNTUK MAMA


(I) KAU DAN AKU
tahun telah berganti dan aku masih bersamamu
seperti air mata ini yang tak pernah kering
mengaliri luka di sekujur raga
yang kautanam benih-benih nestapa

sementara kau masih mendekapnya mesra di rumah kita
dan kau tetap mendewakannya
terbang mengawang penuh canda

ah, tak perlu kupetik harapan
karena telah busuk tersiram hujan air mata
dan aku masih tetap sama
menikmati melodi sayatan perih di dada
menatap kau menggelepar dalam cumbunya
sekarang, nanti, dan mungkin selamanya

(II) MASIH BERSAMA
hujan mulai mereda
seiring tangisku yang terhenti paksa
dan aku masih mengeja lara
menguntai letih di kertas putih
bersama puisi

pernahkah kaurasa
kita telah terjebak dalam rumah duka
yang pengap tak bercahaya?
ah, entahlah
nyatanya walau lelah
aku masih di sini
memegang erat tanganmu
hingga kini

(III) DEMI MEREKA
di liku takdir
aku terdiam gamang
menatap dua arah

katamu kau tak akan meninggalkannya
dia segalanya bagimu
dan aku hanya membisu

bukan aku tak mampu
hidup tanpamu
tapi dua hati tak berdosa
memaksaku menerima kau dan dia

kubiarkan kaukoyak lembar harapan
bersisa remah-remah luka bernanah
aku tak berdaya
di sampingmu kutahan selaksa lara
dengan senyuman indah

(IV) UNTUK SENYUM REKAHNYA
aku tetap bertahan
walau perih menguliti hati
dan aku masih percaya
tak ada yang sia-sia

kan kusiapkan jubah perkasa
tuk halau rajam sembilumu
hingga tak kurasa
walau tetes darah air mata
menggenang di sudut rumah

tak kubiarkan
dua pasang mata membasah
menatapku tenggelam
dalam lautan nestapa
kan kuhadiahkan senyum rekah
di sepanjang harinya

(V) DAN UNTUK MAMA
sejatinya cinta memberi
tanpa pernah meminta
mama, itu untaian kata indah
yang pernah kaurangkai untukku

malam ini ingin kurebahkan rasa
dalam dekap hangatmu
kan kuadukan segala resah gelisah
di antara rentang ruang dan waktu

inginku lembut belaimu
menghapus bening air mataku
mama, walau kita terpisah raga
kau selalu hidup dalam pijar hatiku

kini hanya secawan doa
yang mampu kukirimkan
berteman rindu membuncah
kan kujaga setiaku untuknya
agar kau bahagia di alam sana

Cirebon, 01 Januari 2013

REVIEW KUMCER

JUDUL : BAPAK: RIAK LILIN HIDUPKU
PENULIS: AANG M. M. SYAFII
PEMERHATI AKSARA: TRISTANTI
DESAIN SAMPUL: ANTO
TATA LETAK: AGA
DITERBITKAN: LEUTIKA PRIO
CETAKAN PERTAMA: SEPTEMBER 2011
TEBAL: IV + 59 HALAMAN

Kumcer berisi sembilan cerpen ini sungguh menarik untuk dibaca, berbagai kisah tentang bapak tersuguh apik dengan bahasa yang sederhana. Awalnya saya sempat terkecoh saat melihat cover yang menampilkan foto laki-laki tua. Di pikiran saya, buku ini kisah nyata penulisnya.

Saat membaca cerpen ke lima “WAKTU BAPAK MENGINAP” saya sempat mengrenyitkan dahi karena tokoh “aku” yang semula laki-laki berubah menjadi wanita. Saya mulai menyadari bahwa kumcer ini tidak menceritakan kisah nyata si penulis. Saya sempat kehilangan konsentrasi dan membaca ulang cerpen sebelumnya. Setelah membaca ulang justru cerpen ke lima ini yang berhasil membuat emosi saya turun naik, terlarut dalam kisahnya. 

Emosi saya kembali bergolak ketika membaca cerpen ke delapan “SETELAH DELAPAN BULAN” . Cerpen yang berkisah tentang sosok seorang bapak yang rela menjadi penjarah pohon jati yang akhirnya dipenjara selama delapan bulan menunjukkan sifat yang berbeda setelah keluar dari penjara bahkan untuk sekedar menatap mata “aku”. Ketika sang bapak memutuskan merantau ke kota untuk bekerja, saya terlarut pada bagian ini. Adegan “aku” dan keluarganya melepas bapak pergi berhasil mengaduk-aduk hati saya.

Bukan itu saja, “Bapakku memang bukan orang biasa.” (Halaman 47) adalah kalimat yang luar biasa bagi saya. Kalimat ini mempunyai kekuatan yang berbentuk pengakuan, bahwa bapak bagi si penulis apa pun karakternya adalah orang yang berbeda dengan orang lainnya.

Selain itu, buku kumcer yang tergolong tipis ini memberi nilai plus bagi pembaca seperti saya yang tak mempunyai banyak waktu luang. Buku ini bisa menjadi teman kala kita menunggu bus, dalam perjalanan atau waktu istirahat di kantor. Buku mini dengan nilai yang besar di dalamnya. Memberikan nilai tentang perjuangan seorang bapak yang mungkin kita melupakannya. Sayang, si penulis tidak memperjualbelikan bukunya. Beruntunglah saya bisa membaca buku ini secara gratis.

Bapak: Riak lilin hidupku. Menurut saya judulnya menyuguhkan tentang hal yang tak biasa. Kalau biasanya riak itu identik dengan air, kali ini disandingkan dengan lilin. Bagaimana kalau, Bapak: kerlip lilin hidupku? Ah, biarlah pembaca yang menilainya. Namun, seperti halnya saya yang terkecoh di awal. Sebaiknya adalah jangan menilai sesuatu dari yang tampak dari luar karena belum tentu kebenarannya dan mungkin penulis ingin membuat penasaran dengan judulnya.

Selesai membaca, rasa melow mendera hati saya. Jadi teringat bapak yang telah tiada. Sepenggal lagu mengalun lembut di sanubari saya: “Untuk ayah tercinta, aku ingin berjumpa walau hanya dalam mimpi.” 

Bapak, walau kita terpisah ruang dan waktu, bapak kan selalu menyala di pijar hatiku. Ini ungkapan saya. Kalau bagi penulis bapak berarti lilin di kegelapan hidupnya, bagaimana dengan Anda?

Cirebon, 03 Januari 2012

REVIEW NOVEL LAILA



Judul : LAILA
Penulis : ABRAR RIFAI
ISBN : 978-602-18755-0-6
Diterbitkan oleh Penerbit PT. AKsara Bermakna
Desain Sampul : Izzudin Abdur Rahim
Tebal : 240  lembar

MENYAMBUT TAHUN BARU BERSAMA LAILA

Tolong, jangan pernah kau tanya kenapa aku bisa suka kamu. Jangan pernah kau gugat kenapa aku bisa mencintaimu, sebab cinta itu punya logikanya sendiri untuk berproses.” (Novel Laila halaman 203).

Gigil masih bersama kala saya dekap wanita cantik berkerudung hitam. 23 Desember 2012 Laila menjadi teman di perjalanan menuju Sumedang. Rasa penasaran mulai mengusik. Saya membuka pembungkusnya dengan hati-hati, plastik itu pelan-pelan lepas, karena terhalang cahaya meremang saya hanya bisa menatapnya dan membolak-baliknya lembar demi lembar. Dia sungguh menarik berbalut baju hijau toska. 

Saat matahari mulai meninggi, barulah saya mengamati dengan sungguh-sungguh kecantikannya dan mulai membaca semua abjad yang terhampar. Laila dan umar tokoh utama dalam novel Laila. Memberikan contoh bahwa begitulah cinta seharusnya ditempatkan. Membaca Laila membawa kita sepeti berada dalam setiap adegan cerita. Dipaparkan dengan bahasa yang renyah membuat tak bosan membuka lembar demi lembar selanjutnya. Sayangnya saya yang harus menghentikan membacanya karena hawa dingin Jatinangor sudah menyergap. Sampailah saya di Hotel Puri Katulistiwa. Sementara Laila masih setia saya genggam di tangan kiri saya kala turun dari bus dan masuk menuju lobby hotel.

Rapat Koordinasi. Ya, ternyata begitu lamanya menyita waktu saya hingga membiarkan Laila tertidur nyenyak di dalam tas kerja saya. Sehari, dua hari, saya masih belum bisa menuntaskan rasa penasaran. Ya Allah, rupanya Laila masih harus lebih lama menunggu, hingga malam ini di antara dentuman suara kembang api dan petasan. Bersama laila saya sambut pergantian tahun.

Laila, Novel Inspiratif. Kalimat itu tepat sekali. Membaca Laila, saya menemukan begitu banyak hal berharga. Pemahaman agama yang disampaikan dengan kata-kata gaya anak muda membuat saya begitu nyaman membacanya . Umar, sosok laki-laki yang diceritakan begitu memukau oleh penulisnya adalah sosok laki-laki idola, laki-laki dengan prinsip yang begitu teguh. Laki-laki, yang mungkin sungguh langkah di zaman sekarang ini.

Bukan hanya soal cinta, novel ini juga membahas soal poligami, dan bagaimana islam memandang tentang seorang wanita yang lebih dahulu menyatakan cinta lewat sosok Nurul. Novel ini seperti nyata dan benar dialami oleh penulisnya. Novel ini mempunyai jiwa yang mempengaruhi pembacanya untuk terus membolak-balik mengikuti alur cinta Umar dan Laila. Cinta sejati, cinta tulus, cinta Umar kepada pengamen yang terlahir dari hasil hubungan ibunya dengan banyak laki-laki. Bertemu Umar maka Laila bertemu dengan hidayah dalam hidupnya. Kekuatan cintanya kepada Umar membuat Laila menjadi santri yang memenangkan lomba MTQ dan hafal 30 juz Alqur’an. Subhanallah!.

Cinta memberikan sinar yang begitu terangnya bagi Laila dan kesetiaan Umar membawanya mengarungi kebahagiaaan bersama Laila. Sang penulis juga terlihat sisi romantisnya pada bagian ini:
Aku bahagia sayang, mendekatlah padaku. Aku ingin memelukmu. Aku ingin mengecup keningmu. Kemarilah. Aku sudah tak sabar ingin menggandeng tanganmu, menuntunmu menuju pelaminan.” (Novel Laila halaman 239).

Seperti enggan berakhir begitulah kesan setelah membaca Novel ini, membuat saya ingin lebih mengenal diri penulisnya, dan menunggu novel-novel berikutnya. Tak ada kata selain, “Novel Laila memberi begitu banyak makna dalam setiap rangkaian huruf demi hurufnya.” Anda ingin menjadi laki-laki dan suami idola? Bila iya, Anda harus membaca novel ini.

Cirebon, 01 Januari 2013, 00.43 WIB.

BELAJAR MEMBUAT RESENSI


Judul                      :     KEBERANGKATAN
Penulis                    :     NH. DINI
ISBN                       :     978-979-22-5836-3
Cetakan pertama    :     Pertama kali oleh PT. Dunia Pustaka Jaya, 1977
Diterbitkan oleh Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Januari 1987
Cetakan kedua        :     Mei 1989
Cetakan Ketiga        :     Februari 1991
Cetakan Keempat   :     Agustus 1993
Cetakan Kelima        :     Februari 2000
Cetakan keenam      :     Desember 2002
Cetakan ketujuh     :     Agustus 2010
Desain Sampul        :     Agus Purwanto
                                   Foto diambil dari Shutterstock
Tebal                     :     194 lembar


Cinta hadir tanpa dapat kita undang, begitulah kalimat yang sering kita dengar. Cinta dapat menghadirkan kekuatan tetapi dapat juga menghancurkan kekuatan. Membaca salah satu Novel NH. Dini yang mengisahkan tentang kehidupan seorang wanita Indo Belanda Elisabet Frissat yang jatuh cinta kepada Pemuda Indonesia asli yang bekerja di Istana, Sukoharjito. Kita akan menemukan jawaban bagaimana cinta membuatnya meninggalkan Indonesia, tanah air yang sangat dicintainya, tanah air yang sempat dipilih untuk tetap ditinggalinya bahkan saat semua keluarganya pindah ke Negeri Belanda.

Sukoharjito bukan satu-satunya laki-laki yang mendekatinya, walaupun Elisabet Frissat adalah peranakan Indo Belanda, tetapi dia sangat memegang teguh budaya masyarakat Indonesia, bahwa wanita hanya berhak dipilih tanpa bisa memilih dan hanya bisa menunggu. Karena itulah dia menganggap semua laki-laki yang mendekatinya hanya sebatas teman selama mereka tidak menyampaikan kata-kata, “Saya cinta kamu”. Namun semua berbeda, saat Sukoharjito mendekatinya dan berhasil mencumbunya. Tanpa kata “aku cinta” dari Sukoharjito, Elisabet Frissat mengikuti kata hatinya yang sangat mencintai Sukoharjito dan menganggap Sukoharjito kekasihnya.

Latar belakang keluarganya yang tak pernah diketahui jelas dari orang tuanya membuat Elisabet Frissat mencari tahu bermodalkan bayangan yang sekali melintas dalam benaknya. Fisiknya yang tak mirip dengan saudara-saudaranya dan perlakuan ibunya yang kasar membuatnya kadang berpikir apakah benar dia anak kandung ibunya. Bertemu dengan seorang Pastor Rama Beick awal mula harapannya terbuka untuk mengetahui asal usul keluarganya.

Terbukalah latar belakang masa lalunya dari kakak kandungnya yang telah terpisah lama dengannya, bahwa Elisabet bukanlah anak kandung Ayahnya. Ibunya yang cantik mempunyai hubungan dengan banyak pria karena ayahnya sering meninggalkan ibunya. Tak terduga bahwa Elisabet adalah anak dari laki-laki anak angkat yang dibawa ayahnya. Laki-laki Indonesia asli, seorang pelukis yang bernama Talib.

Setahun menjalin cinta dengan Sukoharjito, Elisabet tetap memegang teguh tidak akan menyerahkan keperawanannya sampai menikah.  Walaupun Sukoharjito sering memintanya. Elisabet yang bekerja sebagai Pramugari di GIA berteman dengan begitu banyak orang dan sering menemani para tamu istana. Sampai suatu hari dia mendapat kabar bahwa Sukoharjito akan menikah dengan kemenakan Ajudan Istana. Elisabet tak menyangka apa lagi Sukoharjito sendiri tak pernah menemuinya dan menjelaskan tentang hal itu. Dari Lansih sepupu Sukoharjito yang sekaligus teman satu rumah Elisabet. Dia tahu Sukoharjito terpaksa menikah karena si wanita telah mengandung.

Elisabet merasa terluka dan hancur. Berkali dia berusaha tegar, berusaha melupakan Sukoharjito. Bahkan di saat seperti itu pun hadirlah laki-laki lain Gail, Wartawan dari Amerika. Namun hati Elisabet masih belum bisa menerimanya. Diam-diam, Elisabet mengurus kepindahannya ke Belanda. Apa yang diharapkannya di Indonesia? Pikirnya. Padahal dulu dia tak ingin pindah ke Belanda karena cinta Indonesia. Kegagalan cinta pertamanya membuatnya benar-benar rapuh.
Novel ini ditutup dengan surat cinta dari Gail dan satu paragraf yang begitu menyayat hati pembaca.

Sayang,
Seperti permintaanmu, aku tidak mengantar pagi ini. Hati selalu tersayat melihat kendaraan apa pun juga menjauh membawa seseorang yang kita cintai. Ini masih ada seratus dolar di sudut dompetku. Kupindahkan ke dalam sampul buatmu. Anggaplah sebagai sesuatu yang meyakinkan aku bahwa kau akan segera membeli perangko dan menulis kepadaku setelah tiba di negeri Belanda.
Gail
Kulayangkan mata ke luar jendela. Harinya lembab berhujan kecil. Langit kelabu menyatu dengan air yang berjatuhan. Basahlah tanah. Tanah yang telah berpuluh tahun menjadi tanahku. Kota di mana dua laki-laki mempunyai arti dalam hidupku. Dengan hati rawan tetapi terang, tanah dan kotaku kutinggalkan.


Ending yang begitu memikat. Saya terharu membacanya. Berdesakan rasa muncul dari dalam dada saya. Layaknya sebuah Resensi yang seharusnya menyuguhkan kritik atau opini. Saya tak menyoroti penggunaan tata bahasa atau EYD. Hanya, nama tokoh kakak kandungnya yang tak tertulis dalam Novel itu yang membuat saya berpikir bahwa kakaknya itu jelas tak memiliki arti yang begitu mendalam bagi Elisabet Frissat. Novel ini jelas menjadi bahan belajar bagi saya. Beruntung saya dapat membacanya berkat kebaikan hati sahabat dunia maya yang menghadiahkannya untuk saya.

Cirebon,  20 Desember 2012