Senin, 27 Agustus 2012

OLEH-OLEH PERTEMUAN DENGAN ANGGOTA GPM CIREBON TANGGAL 22 AGUSTUS 2012


Melalui GPM Cirebon, saya mengenal orang-orang hebat, sebut saja Mas Riyanto El Haris penulis Novel “Takbir-takbir Cinta, Bukan Lelaki Terindah, Siraj dan Kudekap Ibu di Sisi Baitullah”. Lalu, Mbak Sonia, Budayawan Cirebon yang begitu luwesnya beserta suaminya yang selalu setia mendampingi.  Juga Pak Goen Smith, sosoknya yang tak banyak bicara dan di blog inilah gmitoro.blogspot.com kita dapat membaca tulisan-tulisan indahnya dan tentunya sahabat-sahabat lainnya anggota GPM Cirebon. Saya sengaja menyebutkan nama mereka bertiga karena merekalah yang hadir lebih awal dalam acara tanggal  22 Agustus 2012, di Keraton Kacirebonan.
Saya Sungguh panik, kala melihat jam di HP saya sudah menunjukan pukul 10.30 WIB. Sedangkan dalam undangan yang saya buat acaranya Pukul 10.00 WIB. Saya beranikan mengirim sms ke Mas Riyanto El Harist, untung beliau sudah inbox saya di FB, jadi saya tahu nomor HP beliau. Saya tanyakan ke beliau “apakah sudah ada di lokasi?” sungguh beliau tepat waktu karena balasan sms dari beliau “sudah teh ...” saya jelas malu dan langsung mohon maaf atas keterlambatan saya. Di suasana masih lebaran memang macet di mana-mana, bukan haya di Jakarta, di Kanggraksan juga mengalami kemacetan yang cukup panjang.
Saat tiba di lokasi, saya yang memboyong serta adik dan anak bungsu saya yang belum genap berumur dua tahun sempat clingak-clinguk ke kanan ke kiri  lalu sepasang mata saya menangkap dua sosok sedang berbincang. Keduanya mengenakan baju berbahan kaos bergaris dengan warna yang hampir senada. Saya dekati mereka dan benar saja, saya menemukan wajah dua orang yang selama ini tak asing bagi saya. Tak lama kemudian Mbak Sonia muncul beserta seorang laki-laki yang belakangan saya tahu suami Mbak Sonia, lagi-lagi mereka memakai pakaian berwarna sama. Inilah yang menjadi indah dalam komposisi warna saat foto-foto ditag di GPM Cirebon bila saya berada di tengah di antara mereka.


 Ternyata, Mbak Sonia juga sudah hadir lebih dulu dari saya. Setelah berbincang sebentar . Mbak Sonia mengajak kami menemui Elang Heri Guru tari topeng cirebon pemimpin sanggar tari sekar pandan wangi karena tari topeng salah satu budaya Cirebon yang diangkat Mas Riyanto El Haris dalam Novel “Senja di Titian Kelana” yang belum berhasil diterbitkan.
Keraton Kacirebonan yang tidak terlalu jauh dari pusat kota dan sangat mudah diakses menurut saya kurang terkenal dari dua Keraton lainnya yaitu Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Saya sendiri yang sudah tinggal hampir 12 Tahun di Cirebon, baru kali pertama menginjakkan kaki di Keraton yang tidak terlalu luas ini padahal Keraton Kacirebonan juga merupakan Aset Pariwisata Kekayaan Cirebon yang patut dikembangkan dan dilestarikan. Sebagai warga Cirebon sudah selayaknya kita merasa bangga ikut mempromosikannya.
Sesampai di Sanggar Tari Sekar Pandan Wangi Saya terperanjat, bagaimana tidak? Mbak Sonia begitu akrabnya dengan Elang Heri dan kami disambut begitu hangatnya. Bagi Anggota GPM Cirebon yang belum mengenal budaya cirebon seperti saya, pasti takjub saat melihat  topeng-topeng yang tergantung di dinding, masing-maisng topeng ada namanya sesuai bentuknya. Namun karena sangking takjubnya saya tak begitu menyimak penjelasan Mbak Sonia.

Ketakjuban saya semakin bertambah, saat kami tiba di “Paseban” tempat pertemuan awal kami sebelum ke sanggar tari. Tempat yang tadinya hanya lantai, tiba-tiba seperti disulap. Sudah tergelar karpet dan aneka kue beserta dua teko kopi hitam dan kopi susu terhidang di depan mata. Subhanalloh! Begitu baiknya Sultan Keraton Kacirebonan menyambut tamu. “Lagi-lagi ini kehendak Allah melalui keluwesan Mbak Sonia,” gumam saya dalam hati.

Ditemani hidangan itu, perbincangan kami sungguh asyik sampai anak saya merengek dan mulai menangis, akibatnya saya harus meninggalkan perbincangan asyik itu dan membawa anak saya mencari angin di depan gapura keraton agar tak menangis, anak saya yang mengantuk berat akhirnya harus saya relakan pulang beserta buleknya. “Hmmm ... perjuangan ingin menjadi penulis,” gumam saya.

Tidak sampai di situ, saat saya kembali lagi bergabung dengan mereka, perasaan saya tak karuan. saya kepikiran adik saya. “sudah sampai mana ya dia?”pertanyaan itu mengganggu pikiran saya, ketika hendak meneleponnya,  astaghfirullah! Pulsa saya habis. Terpaksa saya tinggalkan lagi mereka dan saya harus berjalan bermeter-meter sampai paradis dan tak ada satu counter penjual pulsa yang buka. Tak ada pilihan lain, saya harus naik becak sampai pasar Jagasatru. Alhamdulillah! Akhirnya .... ada juga yang  menjual pulsa. Lega!.

Setelah mengisi pulsa, saya kembali ke Keraton Kacirebonan dengan perasaan sedikit tenang karena sudah mendapat kabar dari adik saya.  Jelas, saya tertinggal jauh perbincangan dengan mereka, tapi saya mendapat pelajaran dari Mas Riyanto El Haris agar tak patah semangat saat tulisan kita ditolak satu penerbit, kirim lagi ke penerbit lain, ditolak, kirim lagi ke yang lain, masih ditolak, terus kirim lagi ke penerbit lainnya, sampai terbit. Buktinya dari Lima Novel yang beliau tulis, empat di antaranya sudah terbit.

Pertemuan itu semakin seru, saat pak Dadang Kusnandar hadir bergabung. Laki-laki berkacamata yang juga Budayawan Cirebon dan Penulis di beberapa Media Massa ini membawa perbincangan semakin hidup. Lagi-lagi ketakjuban saya menjelma,Pak Dadang, Mbak Sonia dan Mas Riyanto sama-sama Alumni SMA Negeri 1 Cirebon. Wah, sungguh sekolah yang berkualitas, melahirkan siswa-siswa yang berkualitas juga.

Tibalah saatnya kami bertemu sekaligus berpamitan kepada yang punya tempat, Sultan Keraton Kacirebonan. Sebelum masuk ke ruang istana kami menyempatkan berfoto terlebih dahulu. Tak sempurna rasanya tanpa jeprat jepret kamera. Namun harap maklum, bila wajah saya tak terlihat ceria ya hehehe, mungkin kecapekan setelah lebaran, bisa saja ya, ok , lanjut.





Tak lama menunggu, sang Sultan (Sultan Abdul Gani) dan permaisuri yang cantik jelita menemui kami. Saya tersipu saat Mbak Sonia menyebut membawa penulis-penulis dari Cirebon, tapi kalimat itu semoga menjadi doa buat saya dan pak Goen Smith semoga kami akan menjadi penulis yang bermanfat untuk Cirebon, mengingat Mas Riyanto El Harist sudah menjadi Penulis.  Setelah sesi foto-foto dan bersalaman. Kami keluar dari Istana dengan rona bahagia karena  mendapat sambutan yang tak tersangka dari Sultan, Elang Heri dan Seorang laki-laki tua yang saya tak tahu namanya, yang menyiapkan makanan dan minuman untuk kami.

Subhannaloh! Benar adanya kata Mas Riyanto El Harist kalau Silaturahim itu membukakan pintu rejeki karena bukan hanya ketakjuban-ketakjuban itu saja, setelahnya Mas Riyanto El Harist mentraktir kami makan nasi jamblang. Mas Riyanto El Harist penulis dan teladan yang begitu baik, lahir, besar dan sekolah di Cirebon, kota Wali dan tentunya kota yang sangat kita cintai.

Akhirnya, saya mohon maaf terkhusus untuk mereka berlima, Mas Riyanto El Harist, Mbak Sonia, Pak Goen Smith, Suami Mbak Sonia, dan Pak Dadang Kusnandar bila saya tidak terlalu fokus dalam pertemuan waktu itu. Terima kasih telah bersedia hadir memenuhi undangan kami dari GPM Cirebon dan membantu suksesnya acara. Sekali lagi Mbak Sonia, terima kasih banyak.  Semoga pertemuan dua bulan ke depan yang akan menghadirkan lebih banyak Seniman dan Budayawan Cirebon akan berjalan  lancar dan lebih sukses dari acara tanggal 22 Agustus 2012 dan Anggota GPM Cirebon dapat beramai-ramai hadir lalu terinspirasi menjadikan bahan tulisan dari pertemuan-pertemuan tersebut, Amiin. Melalui tulisan ini, saya ingin membuktikan bahwa menulis itu mudah. Selamat Menulis!

Cirebon,  26 Agustus 2012





Kamis, 23 Agustus 2012

MASIH MENUNGGU


seperti kemarin
setumpuk harap
kugantungkan pada doa
di sepertiga malam yang gigil

kuketuk pintu rumah
dan kupencet nomor telepon-Mu
setiap waktu
karena rasa rindu
dan inginku yang menderu

aku masih menunggu
bersimpuh di atas sajadah penuh peluh
bersulam benang kristal dari mataku
mengharap ridho dan sapa lembut-Mu
wahai Penyejuk hatiku!

Cirebon, 01 Agustus 2012

Selasa, 14 Agustus 2012

Puisi Kiriman Sahabatku di Dinding FB

Katanya, Ungkapan tentangku hehe. Jadi tersanjung. Ini Tulisan pertamanya :


Aku mengagumimu bukan karena paras cantik atau tubuh molek.
Aku menyayangimu bukan karena kesempurnaan ragamu.
Bukan berarti aku tidak mengakui keindahan yang telah Tuhan ciptaka,yang menjadikanmu mahluk yang indah nan rupawan.
Tapi maaf...,aku sama sekali tidak tertarik dengan rupamu!
Tanyakan kembali pada hatimu....,
Untuk apa semua keindahan itu ada jika hanya sementara dan bersifat imitasi..?

Dan dari semua argumen yang ada,dari semua tema tentangmu...,
Aku tetap mencintaimu dan mengagumimu.

Aku bukan orang yang pandai berkamuflase.
dan aku rasa kaupun tidak seperti mereka yang pandai berganti2 topeng.

Jujur...,aku telah terpikat dengan kolaborasi yang selaras dan nyata antara keindahan raga dan jiwamu.
Aku yang telah terpesona oleh kelembutan batinmu.karena itulah aku mencintaimu.
Biarkanlah aku mengagumimu tanpa merusak intisari keindahan.
Biarkan aku merindukanmu sebagai KAKAK yg menjadi suri tauladan.

Dan...,aku tetap mampu melihat kemilau permata yang nyata meski bersinar diantara kilauan pecahan kaca.

Senin, 13 Agustus 2012

KESAN SETELAH MEMBACA PNPMIM


Selasa 03 Juli 2012. Hari menjelang sore dan saya masih asyik menekan huruf demi huruf di tuts-tuts keyboard komputer. Tiba-tiba Satpam kantor tempat saya bekerja menghampiri dan membawa bungkusan berwarna coklat. Seketika saya bahagia. Wah! Kiriman buku dari pak EWA sudah sampai. Batin saya melonjak. Saya tersenyum saat menerima bungkusan itu dan teringat baru saja tadi siang dua orang Anggota GPM Cirebon menanyakan kabar buku itu. Mereka mungkin berfirasat bukunya sudah selamat mendarat di Cirebon.

Saya pandangi dan buka pembungkusnya. Benar terlihat tumpukan buku-buku. 7 buah buku PNPMIM dan 3 buah SNIM. Wah! Saya semakin antusias karena PNPMIM tak berbaju hehe tak ada plastiknya maksudnya. Saya berencana membaca terlebih dahulu. Alhamdulillah ada manfaat bagi saya mendirikan GPM Cirebon dan saya berharap partisipasi anggota GPM Cirebon dan warga Cirebon agar mendapat manfaat juga. Selepas anak saya tertidur. Saya labuhkan rasa penasaran saya yang sudah tak tertahankan. Saya buka lembar demi lembar buku itu. Pukul 11.30 malam saya sudah selesai melahap semua isi buku. Wow! Itu komentar saya. PNPMIM ternyata ditulis oleh 26 Penulis termasuk pak EWA. Setelah membaca saya mulai tergelitik menuliskan kesan saya.

Ada rasa iri menyergap hati saya karena dalam buku itu tidak ada nama saya sebagai penulisnya. Namun saya beruntung bisa membaca karya mereka orang-orang hebat menurut saya karena apa yang mereka tulis adalah proses belajar mereka sehingga terciptalah tulisan itu. Mustahil menuliskan tanpa mengalaminya terlebih dahulu. “Mengalaminya terlebih dahulu” istilah di sini sama dengan istilah pak EWA “Menulis di Otak” saya semakin tersadar saat membaca ungkapan “Jangan memikirkan apa yang akan ditulis, tetapi tuliskan apa (yang disimpan) di otak” (Kata Pengantar PNPMIM Halaman V). Nah loh! Kalau saja kita benar-benar menuliskan apa saja yang tersimpan di memori otak kita pasti akan tercipta banyak hasil karya dan selama kita masih hidup selama itu pula apa yang kita alami adalah masa kita sedang menulis di memori otak kita.

Namun  apakah kita mau menulis (melakukan?) kalimat yang saya temui di PNPMIM halaman 3. Melakukan di sini menurut saya adalah memindahkan apa yang kita tulis di otak ke media apa saja. Bisa berupa pulpen dan kertas, Komputer, Laptop ataupun Mesin ketik dengan menggerakkan jemari menguntai kata demi kata karena tidak akan tercipta sebuah tulisan bila kita tidak melakukannya.
Saya juga setuju menulis adalah solusi murah meriah bagi katarsis, menenangkan dan menyenangkan diri. Saya sudah mengalami sendiri. Di era zaman yang serba mahal seperti sekarang. Dengan gratis saya bisa mendapatkan kesenangan manakala apa yang menyiksa dalam hati tercurahkan melalui tulisan. Gak percaya? Coba lakukan. Apalagi bila tulisan kita dibaca orang lain. Di saat oranglain rela membayar mahal unutk menyenangkan hatinya. Ternyata dengan menulis saya bisa menyenangkan hati saya tanpa bayar. Mengurangi beban. Menjadikan hati lebih tenteram dari sebelum menulis. Menulis mencurahkan isi hati? Kenapa tidak? Buat saya sah-sah saja.

Lalu menulis membangun diri menguatkan pembelajaran (PNPMIM halaman 86). Saya sedang proses belajar menulis. Berarti saya juga belajar memenej waktu saya. Saya seorang ibu rumah tangga dan bekerja di sebuah kantor  dan hanya memiliki media kertas dan pulpen bila di rumah. Dengan begitu saya sangat memanfaatkan waktu luang saya di kantor. Agar saya tidak lupa saat di rumah saya akan menuliskan apa saja yang ingin saya tulis pada kertas dan pulpen dan di saat saya selesai mengerjakan tugas-tugas di Kantor barulah saya pindahkan di komputer. Nah loh, ribet? Tidak juga. Nyatanya saya nyaman-nyaman saja. Tugas kantor yang seabreg juga lancar. Alhamdulillah saya lebih bahagia.

Kemudian dengan membaca PNPMIM semakin memantapkan hati saya bahwa menulis itu mudah. Alhamdulillah Allah berkenan mempertemukan saya dengan pak EWA di GPM. Coba kalau saya tidak tertarik menulis bagaimana saya bisa mengenal beliau? Mustahil sepertinya walau memang tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Akhirnya beruntunglah mereka yang mendapat buku gratis dari pak EWA dan beruntunglah mereka yang mau menulis di otak dan melakukan dengan memindahkan menjadi tulisan untuk dibaca orang lain. Betapa bangganya bila tulisan kita dapat memberi manfaat bagi orang lain.
Marilah kita menulis. Mulailah dengan menulis di otak lalu pindahkan ke media apa saja jadilah hasil karya. Selamat menulis. Pasti terasa nikmatnya.

Cirebon, 09 Juli 2012

KESAN SETELAH MEMBACA PENGHAPUS MENDUNG (BAGIAN I)


Tanggal 15 Juni 2012 tepatnya saya menerima kiriman buku dari pak Heri Cahyo. Dua buku dengan ukuran yang berbeda. Saya tergelitik dengan buku yang ukurannya lebih kecil. "Penghapus Mendung" begitulah judul buku itu. Bagaimana saya tidak tergoda di buku dengan ukuran mini itu berisi 45 kisah motivasi dan inspiratif dari 45 penulis yang tergabung di Grup PNBB.Wah!

Penasaran kan? saya juga. Ada rasa yang mengaduk-aduk hati saya untuk segera menyentuh, membelai dan membuka lembar demi lembar buku itu. Eit, sisi hati saya yang lain mengingatkan. "Ning, ingat rencana novelmu bagaimana?" Ya karena saat itu saya sedang persiapan menulis novel yang akan diposting tanggal 01 Juli 2012 di GPM Cirebon.

Waduh! saya terpaksa menahan dan meredam keinginan hati saya. Buku itu saya simpan satu bendel dalam map plastik yang tiap hari saya bawa ke kantor beserta tulisan-tulisan saya. Saya abaikan perasaan saya untuk menelanjangi buku itu. Oops porno ya, hehehe. maaf!. Hmm, lagi-lagi buku itu benar-benar mempunyai magnet menarik hati saya untuk membacanya. Akhirnya saya menyerah, tadi malam saya mulai iseng membuka. Apa yang terjadi? tunggu!

Baru membuka sampul depan. lalu sampul dalam. Saya terperanjat. Saya sudah disuguhi puisi yang penuh inspirasi. Kata pengantar yang menginspirasi dan Prolog yang juga penuh motivasi. Ckckck, bagaimana isinya? Saya tambah penasaran.

Ayuk kita mulai bahas satu persatu. Tulisan pertama karya Eko Iman Suryanto dengan judul "Gak Punya Ongkos Pulang" berhasil melambungkan ingatan saya saat merantau juga. Lalu tulisan kedua karya Evyta Ar "Melangit Asa". Subhanallah! Saya menangis membacanya. Saya serasa menjadi dia. Saya terkesima. Sungguh benar Allah tidak akan memberi cobaan kepada hamba-Nya bila tak mampu menanggungnya. Puisinya menyentuh hati saya. Tulisannya sangat menginspirasi. Saya yang sehat walafiat harus bisa mensyukuri hidup dan menciptakan karya lebih baik dari dia. Nal loh, saja jadi melow.

Lanjut ke tulisan berikutnya. "Prestasi ≠ Kebetulan”.  Karya Indah Andriani. Saya salut dengan kakak kelasnya yang memotivasi dan setuju dengan pernyataannya ini :
“Dik, Prestasi itu bukan sebuah kebetulan. Prestasi itu dibangun dari sebuah kerja keras yang panjang. Jadi gak ada itu prestasi yang kebetulan. Semua dalam hidup ini merupakan sebab akibat dik dan Adik pantas mendapatkannya karena Adik berjuang lebih keras dibandingkan teman-teman Adik”. Walaupun menurut saya ada kesalahan dalam pemakaian tanda baca dalam tulisan Indah. Namun semua terabaikan. Yang penting isinya Bung. Begitulah seperti kata pak Ersis Wirmansyah Abas mneulis ya menulis saja. Jangan tanya ini itu. Lanjut.

Tulisan keempat “Wanita berhati Baja” karya Citra Dewi. Subhannallah! Saya merinding membaca tulisan ini. Lagi-lagi membawa saya merasakan apa yang dialami Bu Irma. Saya setuju untuk julukan Citra Dewi kepada Bu Irma “Wanita berhati Baja”. Penasaran? kalau penasaran silahkan hubungi Mas Akung Krisna. Hehehe. Selanjutnya sebuah  “Mantra Bahagia” karya Ratu Marfuah. Saya suka Endingnya “Hidup itu adalah menjalani jalan-Nya. Bertambah bahagia setiap waktu” Tentu. Salam buat seseorang yang membawa kebaruan ya Ratu. Masih mau lanjut? Lanjut ya.

“Perjuangan selepas lulus kuliah” karya Vina N Istighfarini. Membaca tulisan ini saya langsung ingat lagu D”Masiv. “Jangan menyerah... Jangan menyerah. Hidup adalah Anugerah” Ya begitulah selayaknya hidup. Wah! Harus berhenti dulu bacanya. Nanti kita lanjut lagi ya. Bagaimana baru 6 tulisan sudah asyik kan? makanya saya merekomendasikan buku ini untuk teman-teman. Gak rugi dech pokoknya.


Bersambung .....

HITAM BUKAN PUTIH


kau berlari menuju pantai
terhampar pasir putih
seputih wajah manismu

kau tancapkan runcing bambu
menjulang tinggi ke angkasa
setinggi semampai tubuhmu

kau lukis kertas putih
ditemani buih
dan nyiur yang bernyanyi

lukisanmu tanpa sketsa
hanya warna hitam menumpah
terlihat jelas
tanpa batas

namun kau tak goyah
tetap memilih warna
walau bukan warnawarni
dan tak seindah pelangi

Cirebon, 14 Mei 2012
Untuk seseorang yang telah memilih warna hitam memang bukan putih. Yang penting bukan abu-abu. Semoga kau bahagia dengan pilihan warnamu.

RASAKU


sayang, kulukis wajahmu
pada langit-langit kamar
agar saat kuresah
kan kutemukan senyummu
menggantung di sana

sayang, kurasakan selimut
seperti dekapmu
agar saat gigil menyeruak
ada hangat napasmu di sana

sayang, meski sejuk embun
hilang terusir matahari
namun lembut suaramu masih terdengar
menyejukkan kalbuku

sayang, seperti malam setia gantikan siang
kaupun setia menemaniku dalam angan

sayang, aku rindu!
melebihi rindu pepohonan kepada hujan
yang gersang karena kemarau panjang

sayang, ini rasaku
semoga kaupun begitu

Cirebon,  10  Juni  2012

TANYA




gigil malam ini menyeruak
bawa beribu imaji terserak
dalam angan berderak
tak ingin beranjak
walau dada sesak

aku tak terusik
tetap kuracik
bumbu rahasia
untuk menu makan malam kita
di dapur olah rasa

kusajikan potongan jantung, hati
dan telingaku
berlumur perasan airmata
bertabur serbuk nestapa
kumasak dengan minyak kelapa
di wajan berbunga setia
menyebarkan harum
ke ruang-ruang hatimu

di meja makan
menyusup sedikit tanyaku
adakah kau peka
jantung, hati dan telinga siapa
yang kau santap begitu lahap?

tanyaku tak terjawab
hingga waktu menguap
dan aku masih menginap
di rumahmu yang lembab
dengan mata sembab

Cirebon, 08 Juni 2012